Gamal Albinsaid: Besarnya pengorbanan turut andil dalam seberapa besar keberhasilan yang kita capai.
Merdeka.com, Malang - Siapa yang tak kenal Gamal Albinsaid (26), dokter muda yang mendunia lantaran aksi briliannya yang mampu menyita perhatian Internasional. Nama Gamal Albinsaid hangat diperbincangkan karena klinik asuransi sampah yang digerakkannya dipandang mampu menyelesaikan dua permasalahan sekaligus, serta mampu menyentuh masyarakat paling bawah. Baru-baru ini, Gamal pun menerima piala Kalpataru, penghargaan tertinggi bagi pelestari lingkungan hidup di Indonesia.
Menengok ke balik layar, segudang prestasi yang diraih dokter yang akrab disapa Gamal ini, ternyata tak datang dengan mudah. Berbagai kisah perjuangan pun turut mengiringi perjalannya hingga kini dirinya telah dipandang di mata dunia. Klinik asuransi sampah dengan program yang dinamainya dengan Garbage Insurance Clinic (GCI) pun telah melalui perjuangan yang cukup berliku.
Ide yang pertama kali muncul saat dirinya masih menjadi mahasiswa kedokteran, di Universitas Brawijaya, Malang. Melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2010, Gamal dan empat kawan lainnya menjalankan ide tersebut, namun hanya mampu bertahan selama enam bulan.
Menurut Gamal, program tersebut sangat sayang untuk ditinggalkan begitu saja, sehingga dirinya pun menitipkan program tersebut kepada adik tingkat untuk dilanjutkan, namun tak bejalan dengan mulus.
"Tahun 2010, saya dan empat kawan saya dulu itu, kan biasa mahasiswa ikut PKM. Tapi sayangnya tutup setelah satu semester. Terus saya pikir kok sayang program ini gak dikembangkan. Terus tahun 2011, saya titipkan ke adik kelas karena saya sayang sama program ini, eh malah gagal lagi ternyata", ungkap Gamal, Senin (8/8) saat ditemui di kantor Indonesia Medika.
"Tahun 2012, saya udah mulai punya dana dan saya harus menjalankan program dengan modal yang saya punya. Dan tahun 2013, saya buat perusahaan", sambungnya.
Gamal mengaku untuk membuat sebuah program, dirinya selalu menekankan pada permasalahn yang terjadi dalam masyarakat. Ide program klinik sampah yang dijalankannya pun tercetus dengan sentilan rasa kemanusian yang melanda dirinya saat melihat sebuah permasalahan kesehatan yang muncul dalam masyarakat.
Kisah, Khaerunnisa yang meninggal di atas gerobak menjadi sebuah sentilan kuat terkait adanya sebuah penghalang keras namun kasat mata yang terjadi antara masyarakat dan layanan kesehatan. Hal inilah yang ingin dihancurkan oleh Gamal melalui program GCI alias klinik asuransi sampah yang dijalankannya hingga kini.
Mengenal Gamal Albinsaid, pria muda asal Malang ini ternyata memang layak dijuluki sebagai dokter muda dengan segudang prestasi. Penghargaan yang diterimanya pun melimpah, bahkan sebelum dirinya menggerakkan aksi kemanusiaan melalui program asuransi sampah.
Gamal kini tengah menikmati dirinya menjalankan aktivitas yang sesuai dengan yang dicita-citakannya. Gamal mendirikan sebuah perusahaan dengan berbagai program yang siap mendobrak inovasi di bidang kesehatan, yang dinamainya dengan Indonesia Medika.
Perjuangan Gamal tentu menjadi sebuah contoh yang patut untuk diteladani, khususnya bagi pemuda-pemudi bangsa yang menjadi tulang punggung untuk mempertahankan kemerdekaan tanah air tercinta. Merdeka dalam pandangan Gamal, tertanam keteladanan dari para pendahulu yang mengajarkan makna keteladanan.
"Ada dua kata dalam bahasa Belanda yang terucap sama namun tertulis berbeda, yaitu 'leiden' dan 'leider', yang masing-masing berarti 'kepemimpinan' dan 'penderitaan'", tutur Gamal. "Jadi sekarang saatnya kita berlomba-lomba untuk melakukan pengorbanan", sambungnya.
#PejuangMerdeka yang satu ini mencontohkan, pengorbanan dalam hal ini layaknya aksi positif yang telah dilakukan Aremania bagi Arema (baca: klub sepak bola Malang). Aremania ini, kata Gamal, sebenarnya mengajarkan tentang sebuah pengorbanan mereka terhadap Arema.
Tahun 1999, Arema dilepas sponsor, dan Aremania turun ke jalan beraksi untuk kebangkitan Arema. Aremania turun ke jalan dengan berjualan koran, stiker dan kaos, agar Arema bisa ikut turnamen. Hal yang serupa terulang tahun 2009, dan aksi Aremania untuk mendukung Aremania pun terulang kembali.
"Pengorbanan Aremania untuk Arema itu jauh lebih besar dibandingkan dengan pengorbanan kita untuk diri kita sendiri", tuturnya.
"Jadi momen kemerdekaan kali ini adalah momen bagaimana kita menyadari pengorbanan-pengorbanan pendahulu kita dalam memerdekaan, dan mempertahankan kemauan untuk berkorban. Karena besarnya pengorbanan kita kan turut andil dalam seberapa besar keberhasilan yang kita capai", tutupnya.