1. MALANG
  2. KABAR MALANG

Purel di Malang tak ambil pusing soal wacana pajak pemandu lagu

Seolah tidak peduli dengan wacana penerapan pajak yang tengah ramai diperbincangkan, RMS (21) tetap melayani setiap tamunya yang datang.

©2018 Merdeka.com Editor : Rizky Wahyu Permana | Contributor : Darmadi Sasongko | Minggu, 25 Februari 2018 00:43

Merdeka.com, Malang - Seolah tidak peduli dengan wacana penerapan pajak yang tengah ramai diperbincangkan, RMS (21) tetap melayani setiap tamunya yang datang. Profesinya sebagai pemandu lagu atau LC (Ladies Companion) atau Purel tetap dijalani dengan normal setiap hari.

RMS bekerja sebagai seorang pemandu lagu di sebuah rumah karaoke di kawasan Blimbing, Kota Malang. Profesinya itu dijalani sekitar 3 tahun terakhir.

"Paling sedikit ya satu jam sehari, tapi hari tertentu bisa ramai sampai 4 jam," kata perempuan yang mengaku penyuka tato itu, Jumat (23/2).

Sebelumnya ramai menjadi perbincangan tentang wacana penerapan pajak bagi LC atau purel. Wacana itu muncul sebagai upaya peningkatan pendapatan daerah.

RMS sendiri mengaku sudah membaca kabar tersebut, tetapi diyakini tidak akan berdampak banyak terhadap profesi yang dijalaninya itu. Alasannya, urusan pajak memang menjadi tanggung jawab perusahaan.

"Baru kemarin aku baca itu. Ya harusnya yang bayar pajak kan perusahaannya, tetap yang mempekerjakan ya perusahaannya. Tamu yang butuh LC yang bayar, kalau tidak butuh ya tidak perlu panggil LC," katanya enteng.

RMS dengan senyum rumahnya mengatakan, pembayaran pajak dan lain sebagainya selama ini sudah dikenakan, sebagai pajak hiburan. Karena memang dijelaskan oleh pihak perusahaan kalau sebagian penghasilan untuk pajak.

"Pokoknya kalau enggak panggil LC kan enggak perlu bayar pajak. Perusahaan dan tamunya kan yang memerlukan, jadi mereka yang berurusan dengan pajak," katanya tertawa.

Tarifnya untuk menemani tamu sebesar Rp 100 ribu per jam, tetapi yang diterimanya Rp 60 ribu. Sisanya diserahkan kepada perusahaan untuk pembayaran lain-lain termasuk pajak yang diurus perusahaan.

"Kalau pajak mau naik, perusahaannya menaikkan harga entah berapa gitu untuk menutup pajak LC-nya," katanya.

RMS juga menceritakan, tentang sebagian temannya yang berstatus freelance. Justru yang freelance tidak terkena potongan banyak, berbeda dengan yang stay.

"Kalau aku yang stay, terimanya Rp 60 per jam. Ada maminya juga, kemungkinan yang Rp 40 ribu itu ke perusahaan dan ke maminya," urainya.

Perusahaannya mempekerjakan sekitar 17 orang LC, tetapi untuk jumlah yang freelance tidak diketahuinya. LC freelance bekerjanya berpindah dari satu karaoke ke karaoke lain dan terima bayarannya bersih.

"Kalau LC ada penerapan pajak, ya tarifnya saja dinaikkan Rp 10 atau Rp 20 ribu. Sehingga pendapatan LC-nya tidak berkurang. Kalau berkurang kan jadi males jadi LC," tegasnya.

Pendapatan sebagai LC menurutnya untung-untungan dan sangat tergantung pada tamu. Kalau tamunya tidak memilih dirinya tentu tidak juga tidak dapat bayaran.

"Tinggal dipilih sama tamunya atau tidak. Kalau enggak feeling sama aku ya enggak diambil. Beruntung kalau dikasih uang di room, itu dianggap tips," kisahnya.

RMS mengaku memiliki tugas tambahan menjualkan minuman, rokok, soft drink dan makanan. Bukan kewajiban, tetapi memang harus ditawarkan kepada para tamunya yang datang.

"Tugas utamanya yang jelas nyanyi duit, nyariin lagu, kalau mereka pesan minuman kita yang nuangin. Kalau tamunya suka ngobrol, ya kita ajakin ngobrol. Intinya menghibur, agar tamunya tidak jenuh," jelasnya.

RMS juga mengatakan, perlu dilihat risiko dari pekerjaannya, termasuk menghadapi tamu yang terkadang iseng dan jahil. Tentunya hal tersebut harus juga menjadi pertimbangan.

PILIHAN EDITOR

(RWP) Laporan: Darmadi Sasongko
  1. Kota Malang
  2. BP2D
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA