Dua minggu sejak kematian Shinta Putri Dina Pertiwi (26) di Jerman, keluarga di Kota Malang belum mendapatkan informasi kepastian.
Merdeka.com, Malang - Dua minggu sejak kematian Shinta Putri Dina Pertiwi (26) di Jerman, keluarga di Kota Malang belum mendapatkan informasi kepastian jenazahnya akan dipulangkan. Keluarga merasa mendapatkan harapan palsu yang ujung-ujungnya, jenazah mahasiswa Universitas Bayreuth batal dipulangkan.
"Sampai saat ini tidak jelas, masih menggantung, sehingga kami mengambil jalan mengirimkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo," kata Ummi Salamah, ibunda Shinta di Kota Malang, Selasa (21/8).
Salamah menegaskan, statemen-statemen yang disampaikan KJRI tidak terbukti, bahkan permintaan sekadar foto tiket sebagai bukti pengiriman jenazah tidak juga diberikan. Keluarga mengaku hanya diberi janji-janji saja, yang sama sekali tidak memberi kepastian kepada keluarga.
"Ketika meminta bukti, kalau memang sudah siap dan segera diterbangkan, kan ada buktinya, issued tiket sampai sekarang tidak ada. Kemudian baru kemarin, dijelaskan kalau jenazah Shinta itu masih dalam status booking cargo. Kan informasinya kembali ke awal kan," katanya.
"Saya kejar lagi, boleh nggak saya minta dokumen booking cargo. Sampai sekarang juga tidak dikasih. Tidak pernah dijawab, pertanyaan saya dari Sabtu - Minggu itu tidak dijawab, saya menanyakan bukti flight Shinta, karena berkaitan dengan penjemputan dan pemesanan cargo dari Jakarta ke Malang. Kan tidak bisa langsung tiba-tiba dapat cargo," jelasnya menambahkan.
Kata Salamah, pertanyaan itu berkaitan dengan pemesanan cargo Jakarta ke Malang yang tentu harus mengetahui jadwalnya. Karena memang biaya dan pemesanan cargo Jakarta ke Malang dibebankan kepada keluarga.
"Saya tanya issued tiketnya itu mulai hari Jumat sampai minggu tidak dijawab, tidak ada penjelasan. Penjelasannya hanya, kami akan mencarikan maskapai yang tercatat dan terbaik. Tetapi itu kan jawaban mengembang, kapan? Sudah tidak dijawab," jelasnya.
Karena merasa ditindak mendapatkan penjelasan yang cukup dan dipimpin, Salamah pun memilih membuat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Surat tersebut disertai sejumlah bukti screenshoot perbincangan dengan sejumlah pihak di KJRI.