Peserta penjaringan calon wakil wali kota (Cawawali) di DPC PKB Malang mengaku telah menyetor sejumlah uang kepada oknum DPD hingga DPP.
Merdeka.com, Malang - Peserta penjaringan calon wakil wali kota (Cawawali) di DPC PKB Malang mengaku telah menyetor sejumlah uang kepada oknum DPD hingga DPP. Uang tersebut di luar jumlah persyaratan sebagai peserta sejumlah Rp 25 juta yang harus disetorkan.
"Ya (setor), tapi mahar-mahar itu belum bisa kita beberkan. Kalau bukti ada, tetapi belum bisa kami beberkan, pada saatnya nanti kita buka," kata Hadi Prajoko, salah satu peserta penjaringan Cawawali di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Rabu (24/1).
"Kalau yang Rp 25 Juta itu ada buktinya. Biaya pendaftarannya itu Rp 25 juta, tetapi di samping itu ada uang-uang yang diminta oleh oknum-oknum PKB," sambungnya.
Hadi Prajoko adalah salah satu peserta penjaringan calon wawali yang digelar oleh DPC PKB Kota Malang. Penjaringan bertujuan mencari pendamping untuk walikota petahana Mochammad Anton, yang akan maju kembali.
Hadi bersama Gunadi Handoko, peserta penjaringan lain, mengajukan gugatan atas keputusan DPP PKB yang menjatuhkan rekom kepada Syamsul Mahmud. Padahal Syamsul sendiri bukan peserta penjaringan.
PKB dinilai menyalahi aturan yang telah disepakati, lantaran sebelum mendaftar dijanjikan kalau yang menerima rekom adalah peserta penjaringan. Tetapi kenyataannya justru orang lain yang menjadi pendamping Anton.
Pihaknya saat ini mengajukan gugatan ke PTUN dan PN Kota Malang, selain juga menjajaki kemungkinan gugatan pidana ke Polda Jatim. Bukti-bukti transfer tersebut akan dijadikan alat bukti persidangan.
"Itu (bukti) nanti kita sampaikan, yang penting bukan itunya (uang), tetapi bagaimana memberikan pembelajaran demokrasi yang sehat kepada masyarakat Malang," jelasnya.
Hadi mengungkapkan, untuk uang pendaftaran diserahkan secara tunai kepada Ketua LPP PKB, Arief Wahyudi yang disertai dengan tanda terima. Namun untuk setoran ke beberapa oknum diserahkan melalui transfer bank kepada sejumlah orang.
"Nanti kita bicarakan di persidangan. Itu nanti kita sampaikan. (Transfernya) Individu-individu, ada bukti transfer. Cukuplah untuk alat bukti. Tapi bukan nilainya yang kita bicarakan, tetapi ada nilai subtansial, masalah kehormatan," katanya.
Hadi mengaku mendapat banyak permintaan dari oknum, selama proses penjaringan. Permintaan itu dengan berbagai alasan, salah satunya untuk survei kendati dirinya juga tidak diberitahu lembaga survei yang ditunjuk dalam penjaringan tersebut.
"Banyak permintaan, survei salah satunya, tetapi tidak tahu lembaga apa yang diminta untuk survei. Tidak pernah disebutkan untuk apa yang detail," ungkapnya.
Pihaknya mengaku sangat dirugikan secara moril dan materiil. Karenanya menempuh jalur hukum dengan menggugat 8 pihak di antaranya Ketua DPC PKB yang juga calon walikota Mochammad Anton, LPP PKB Arief Wahyudi dan termasuk Syamsul Mahmud.
"Saya dirugikan materi dan non materi. (Yang minta uang) Menyeluruh sampai DPP. Kita tidak hanya di sini, oknumnya, bukan lembaga partainya," tegasnya.
Sementara penggugat lain, Gunadi Handoko mengaku telah menyerahkan uang sebesar Rp 25 juta. Pihaknya tidak mengetahui apakah pembayaran tersebut juga berlaku pada peserta yang lain.
"Meski tidak wajib, kita diarahkan ke suatu tempat dan diminta membayar Rp 25 Juta. Saya ada tanda terimanya, itu akan dibuktikan di persidangan. Tanda terima ditanda tangani. Saya membayar dalam bentuk BG. Karena saya tidak siap uang tunai," jelasnya.
Gunadi mengaku tidak mengeluarkan pembayaran lainnya kecuali jumlah tersebut. Tetapi dirinya harus mengeluarkan biaya sendiri untuk kepentingan fit and proper test dan lain-lain.
"Saya hanya 25 juta saja," tegasnya.
Keduanya mendaftarkan gugatan ke PN Kota Malang dan dilanjutkan menyerahkan bukti gugatan ke KPU dan Bawaslu.