1. MALANG
  2. PARIWISATA

Menyusuri jejak Sang Arjuna di Candi Jago

Candi Jago merupakan candiu yang kaya akan pahatan relief. Salah satunya bercerita tentang Arjuna dan Pasopati, sang panah sakti.

©2016 Merdeka.com Reporter : Siti Rutmawati | Selasa, 01 November 2016 20:02

Merdeka.com, Malang - Candi Jago, merupakan salah satu candi peninggalan kerajaan Singhasari. Candi ini juga memiliki sebutan lain, yakni candi Tumpang dan Jajaghu. Nama Candi Tumpang melekat lantaran lokasinya candi yang berada di desa Tumpang, kecamatan Tumpang, kabupaten Malang. Sedangkan, berdasar pada kitab Negarakertagama dan Pararaton, nama candi Jago yang sebenarnya adalah Jajaghu.

Jajaghu memiliki arti keagungan, merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut tempat suci. Menurut kitab Negarakertagama, pupuh 41, gatra ke-4, dijelaskan bahwa Raja ke-4 Singhasari, yakni Sri Jaya Wisnuwardhana menganut suatu aliran keagamaan. Aliran keagamaan tersebut merupakan perpaduan antara ajaran Hindu dan Buddha.

Keterkaitan candi Jago - candi Singhasari
Berdasar pada kitab yang sama, pembangunan candi Jago berlangsung sejak 1268-1280 Masehi. Candi tersebut dibangun sebagai penghormatan bagi Sri Jaya Wisnuwardhana. Disebutkan, Raja Hayam Wuruk dari kerajaan Majaphit sering berkunjung ke candi Jago, tepatnya selama tahun 1359.

Dilihat dari pahatan candi, keterkaitan antara candi Jago dan kerajaan Singhasari terletak pada pahatan padma (teratai). Pahatan tersebut menjulur ke atas dari bonggolnya, yang menghiasi tatakan arca-arcanya. Motif padma tersebut sangat populer pada masa kerajaan Singhasari.

Tentang bangunan candi Jago
Saat ini, bangunan candi Jago masih berupa reruntuhan yang belum dipugar. keseluruhan bangunan candi berbentuk segi empat seluas 23 x 14 meter. Tinggi bangunan candi masih belum bisa dipastikan.

Bangunan menghadap ke barat. Candi ini berdiri di atas batur(alas) setinggi sekitar satu meter, dan kaki candi yang terdiri atas 3 teras bertingkat. Teras kaki candi berbentuk semakin kecil ke bagian atas. Pada lantai pertama terdapat selasar yang dapat dilewati untuk mengelilingi candi. Garba ghra (ruang utama) terletak bergeser agak ke belakang.

Bangunan punden berundak, yakni bentuk bangunan bersusun, berselasar dan bergeser ke belakang. Bentuk bangunan ini umum ditemui pada bangunan pada zaman megalitikum. Bentuk itu umumnya digunakan dalam membangun tempat pemujaan arwah leluhur. Sehingga, berdasar pada pandangan ini, diperkirakan bahwa tujuan pembangunan Candi Jago adalah juga untuk tempat pemujaan arwah leluhur.

Relief pada candi Jago
Candi jago terbilang salah satu candi yang kaya akan pahatan relief. Ini terbukti dengan badan candi yang dipenuhi dengan panel-panel relief yang terpahat rapi mulai dari kaki sampai ke dinding ruangan teratas. Hampir semua badan candi tepahat hiasan yang menjalin cerita-cerita yang mengandung unsur pelepasan. Sesuai dengan agama yang dianut oleh Raja Wisnuwardhana, yaitu Syiwa Buddha, maka relief pada Candi Jago mengandung ajaran Hindu maupun Buddha.

Ketiga teras candi ini terpahat kisah yang berbeda-beda. Pada dinding teras paling bawah, terpahat relief cerita Tantri Kamandaka dan cerita Kunjarakarna, yang mencerminkan ajaran Buddha. Dinding teras kedua, terpahat lanjutan kisah Kunjarakarna dan petikan kisah Mahabarata yang memuat ajaran agama Hindu, yaitu Parthayajna dan Arjuna Wiwaha. Teras ketiga dipenuhi dengan relief lanjutan cerita Arjunawiwaha.

Petikan kisah Arjuna Wiwaha pada badan candi
Melirik pada pahatan dinding teras kedua candi Jago, terdapat relief yang menggambarkan petikan kisah Parthayajna dan Arjuna Wiwaha. Kedua relief tersebut bercerita tentang kekalahan Pandawa di meja judi, karena kelicikan Sangkuni. Akibatnya, kerajaan mereka disita dan Pandawa harus hidup sebagai orang biasa selama 12 tahun dalam hutan.

Candi Jago Tumpang
© tripadvisor.com

Sang Arjuna, atau Arjuna Wiwaha pergi meninggalkan saudara-saudaranya untuk bertapa. Sang Arjuna memohon kepada dewa Siwa agar diberikan senjata ampuh yang mampu mengalahkan Kurawa. Dewa Siwa mengabulkan permohonan Arjuna tersebut dengan sebuah persyaratan.

Dewa Siwa akan menganugerahkan panah Pasopati pada Arjuna jika dia mampu mengalahkan raksasa Niwatakaca. Raksasa tersebut kala itu memang tengah menyerbu istana para dewa di kahyangan.

Konon, penyerbuan Niwatakaca ke istana dewa lantaran sebuah penolakan lamaran. Niwatakaca berniat melamar seorang bidadari bernama Dewi Supraba, namun ditolak olrh para dewa.

Arjuna pun akhirnya berhasil membinasakan Niwatakaca. Tak hanya mendapatkan sang panah sakti, Arjuna pun dinikahkan dengan Dewi Supraba. Teringat dengan saudara-saudaranya yang terasing di hutan, Arjuna pun berpamit pergi dari kahyangan, untuk membalas dendam pada Kurawa.

PILIHAN EDITOR

(SR)
  1. Sejarah Malang
  2. Wisata Sejarah
  3. Zona Turis
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA