Garudeya, sebuah mitos Jawa Kuno tentang perjuangan kebebasan yang tertera pada dinding candi Kidal.
Merdeka.com, Malang - Candi Kidal merupakan salah satu candi peninggalan kerajaan Singhasari. Candi yang berlokasi di desa Rejokidal, kecamatan Tumpang, kabupaten Malang. Candi Kidal diperkirakan sebagai candi pemujaan tertua di Jawa Timur. Perkiraan ini muncul lantaran pemerintahan Airlangga (11-12 M) dan raja-raja Kediri (12-13 M) hanya meninggalkan candi Belahan dan Jalatunda. Kedua candi ini merupakan candi petirtaan atau pemandian.
Candi Kidal dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Anusapati. Candi ini dibangun agar Sang Raja mendapat kemuliaan sebagai Syiwa. Candi Kidal dibangun pada 1248 M, setelah upacara pemakaman 'Cradha' untuk Anusapati.
Garudeya merupakan relief yang terpahat pada badan candi Kidal. Adanya pahatan relief Garudeya pada tubuh candi Kidal diperkirakan sebagai amanat dari Raja Anusapati. Amanat ini muncul karena keinginan besar Anusapati untuk meruwat ibunya, Kendedes. Mitos Garudeya tertuang dalam tiga panil yang terpahat pada kaki candi. Ketiga panil Garudeya tersebut dipahat pada pilaster (tiang semu) bagian tengah batur candi Kidal. tepat pada sisi Selatan, Timur dan Utara.
Garudeya, sebuah mitos Jawa Kuno
Garudeya merupakan sebuah mitos yang hidup di kalangan masyarakat Jawa Kuno, terutama yang terpengaruh Hinduisme. Dwi Cahyono, seorang Arkeolog dari Universitas Negeri Malang, melalui akun sosial media pribadinya, tanggal 14 Agustus 2015 menuliskan tentang Garudeya.
Dwi Cahyono menuliskan tentang kisah Garudeya bertalian erat dengan cerita Samodramantana atau Amretamantara. Amretamantara merupakan salah satu episode cerita yang terdapat dalam Adiparwa, yaitu bagian pertama dari wiracarita Mahabrata. Pokok kisah tersebut berkenaan dengan keluarga Viyasa, tepatnya kisah ganeologis Vyasa (Byasa) dengan kedua istrinya, beserta kejadian dramatik seputar anak keturunan keduanya. Kedua istrinya bernama Winata dan Kadru.