(Mendiknas) Muhadjir Effendy menghormati keputusan Pemkot Probolinggo mencopot kepala sekolah TK yang pawai menggunakan cadar dan replika senjata
Merdeka.com, Malang - Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhadjir Effendy menghormati keputusan Pemerintah Kota Probolinggo mencopot kepala sekolah TK yang pawai menggunakan cadar dan replika senjata. Pawai anak TK tersebut sebelum viral di media sosial dan menuai kontroversi karena disebut-sebut mirip kelompok radikal.
"Saya tentu saja harus menghargai apapun keputusan dari pihak pemerintah Kota Probolinggo, karena memang itu menjadi wewenangnya," kata Muhadjir Effendy di Kota Malang, Jumat (24/8) malam.
Sesuai ketentuan undang-undang nomor 23 tahun 2014, TK, SD, SMP menjadi wewenang pemerintahan kota atau kabupaten setempat. Menteri Muhadjir sendiri mengaku sempat mendatangi sekolah tersebut.
"Waktu saya ke sana juga sudah saya sampaikan. Ditanya apakah akan ada sanksi. Saya jawab ada, paling tidak berupa peringatan. Bukan saya bilang hanya berupa peringatan. Sanksi terendah itu peringatan, kan ada jenjangnya dan itu dilihat tingkat kesalahannya," ujar dia.
Muhadjir pun menjelaskan tentang prosedur penanganan sebuah pelanggaran jika dilakukan seorang guru. Jika kesalahan itu dianggap berat, maka pemerintah daerah perlu membentuk Dewan Etik. Namun jika jenis pelanggarannya ringan, cukup diselesaikan melalui Dinas Pendidikan setempat.
Dia menambahkan, jenis kesalahan pun terbagi dua, pelanggaran profesi atau pidana. Kalau pelanggaran profesi cukup diselesaikan Dewan Etik atau Pemerintah Daerah setempat atau Inspektorat. Kalau pidana harus diteruskan ke pihak kepolisian.
"Jadi ada prosedur itu, karena guru sekarang sudah profesi, sebagai profesi kesalahannya tidak otomatis guru salah langsung dilaporkan polisi. Tetapi harus dilihat oleh Inspektorat, Dewan Etik, apakah pelanggarannya bersifat profesi malpraktek atau pelanggaran pidana," terangnya.
Terkait kasus kepala sekolah TK tersebut, pihaknya mengaku menganggap sudah selesai dan menyerahkannya kepada pemerintah daerah setempat. Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu mengaku tidak mengetahui pertimbangan-pertimbangan keputusan tersebut.
"Saya tidak tahu, karena kan wewenang memindahkan atau memberhentikan kan wewenang pemerintah daerah, apakah ada kaitan dengan hal itu atau pertimbangan lain itu tentu menjadi wewenang pihak sana. Saya anggap sudah selesai kan," ungkapnya.
Muhadjir pun melihat sekolah tersebut sudah sangat baik dari sisi fasilitas, apalagi di bawah pembinaan Kodim. Sehingga harus terus dikembangkan dalam rangka berkontribusi dalam pembangunan melalui pendidikan.
"Saya minta supaya jumlah siswanya ditambah. Karena isinya hanya 55 siswa, gurunya cukup banyak, saya minta merekrut atau menerima siswa-siswanya kurang mampu di sekitar sekolah itu," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, atribut yang dikenakan murid TK Kartika V saat mengikuti pawai karnaval dalam rangka HUT ke-73 RI di Kota Probolinggo pada Sabtu 18 Agustus 2018 viral di media sosial. Kostum serba hitam, cadar, dan replika senjata yang dikenakan menimbulkan kontroversi karena disebut-sebut mirip kelompok radikal.
Pihak sekolah berdalih, atribut tersebut digunakan karena tersedia di gudang milik sekolah sehingga tidak perlu menyewa. Mereka juga menyatakan, tidak bermaksud mengarahkan anak didik ke simbol-simbol radikal.
Dalam hal ini, pihak sekolah juga telah menyampaikan permohonan maaf karena telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Namun kepala sekolah TK tersebut akhirnya dicopot karena dinilai lalai.
"Betul, tapi alasan lengkapnya bisa ditanyakan ke Diknas. Saya dengar terhitung mulai hari ini, kemarin dilayangkan surat perintah tugas," kata Kapolres Probolinggo, AKBP Alfian Nurrizal, kepada merdeka.com, Kamis (23/8).
Pihaknya telah meminta keterangan panitia dan pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah. Hasilnya, kata dia, tidak ditemukan unsur pidana dan kesengajaan.
"Tapi kita melihat ada kelalaian. Mungkin dari situ pihak Diknas melakukan pendalaman kemudian mengambil kesimpulan itu (mencopot)," katanya.
Kelalaian yang ditemukan, jelas Alfian, ada ketidaksesuaian antara tema dan pawai yang ditampilkan.
"Jadi ada ketidaksesuaian dengan pawai budaya. Inikan temanya menampilkan budaya dalam rangka HUT RI, tema proklamasi, kenapa malah menampilkan budaya Arab," katanya.
Dia menambahkan, dari hasil pemeriksaan juga diketahui bahwa sebagian replika yang dipakai saat pawai itu sudah dimiliki sejak 2016. Replika itu, dipergunakan untuk keperluan teater.
"Jadi tidak ada niatan penanaman hal tertentu pada anak usia dini, hanya memanfaatkan replika yang ada. Itu kan unggahannya tidak utuh, sebenarnyakan durasinya 1 menit 34 detik, ini menjadi 14 detik. Sebenarnya ada barisan depan bawa bendera merah putih, lalu ada kereta bawa Raja dan Ratu Salman, baru barisan itu yang seolah-olah kayak pengawal, jadi begitu," jelasnya.
Soal pengunggah, katanya, memang tidak dicari. Alasannya, Karena dirinya sudah mengklarifikasi dan kepala sekolah mengakui itu idenya.