Bupati Bojonegoro, Suyoto meraih gelar doktor atas disertasi penelitian tentang Rukun Kematian di desa Pajeng.
Merdeka.com, Malang - Bupati Bojonegoro, Suyoto meraih gelar doktor atas disertasi penelitian tentang Rukun Kematian. Suyoto dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan dengan nilai 3,72 dan berhak menyandang gelar doktor Program Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menjalani ujian terbuka di hadapan promotor dan penguji Universitas Muhammadiyah Malang, Sabtu (23/9).
Suyoto melakukan penelitian di desa Pajeng, kecamatan Gondang, kabupaten Bojonegoro. Disertasi yang mengulas demokrasi ala desa itu diberi judul 'Konstruksi Pemaknaan Ritual Kematian sebagai Perwujudan Nilai-nilai Kebijakan Sosial dalam Perspektif Bergerian'.
"Inisiasi masyarakat lokal dapat menjadi inspirasi dan solusi bagi demokrasi dalam konteks nasional," kata Suyoto dalam keterangan persnya, Sabtu (23/9).
Bagi Suyoto, satu di antara penyebab demokrasi menjadi belum efektif karena demokrasinya hanya bersifat prosedural, sehingga hanya menghasilkan konflik. Karena itu, melalui riset disertasinya tentang Rukun Kematian di desa Pajeng, kecamatan Gondang, kabupaten Bojonegoro, Suyoto ingin menekankan, nilai-nilai lokal di desa itu bisa menjadi buah demokrasi sekaligus inspirasi bagi bangsa.
Disertasi Suyoto mengungkap tentang bagaimana masyarakat desa Pajeng melakukan transformasi, dengan menafsir ulang tentang ritual kematian menjadi pemahaman baru, lalu melembagakannya dalam bentuk rukun kematian, sehingga melahirkan kemanfaatan sosial.
Melalui disertasinya, Suyoto menyebut bahwa masyarakat Desa Pajeng semula tergugah karena kematian seorang warga bisa menjadi beban bagi keluarganya, karena ada “kewajiban sosial” memenuhi serangkaian ritual kematian yang menguras dana.
"Ritual itu dipandang warga desa sebagai aktivitas yang memiskinkan dan tidak produktif, yang miskin malah akan semakin miskin," ujar Suyoto.
Berdasar fakta itulah, kata Suyoto, warga desa menggagas pembentukan Rukun Kematian (RK) untuk memperbarui praktik ritual kematian, dengan memastikan agar warga yang miskin tidak semakin miskin. Selain itu, juga memastikan agar RK memiliki manfaat bagi kepentingan bersama.
Setelah adanya RK ini, beban keluarga yang sanaknya meninggal tidak hanya berkurang namun juga sangat terbantu.
"Misalnya apabila ada orang yang meninggal, maka warga tidak ada yang bekerja di sawah, semua datang untuk membantu ritual kematian, seperti gali makam, bikin penduso. Tidak perlu ada yang memerintah, semua berjalan sendiri-sendiri, jadi yang bekerja semuanya guyub dan rukun semuanya," tutur Suyoto.
Bagi Suyoto, tafsir ulang ritual kematian di Desa Pajeng ini menjadi contoh dari dialog generatif yang terjadi melalui tiga tahap, yang dimulai dengan antem-anteman atau debat kusir akan suatu persoalan, lalu berlanjut pada forum kongkow, cangkrukan, dan jagongan secara informal. Dan terakhir, terjadi forum rembukan di mana masyarakat melahirkan konsensus baru.
"Ini adalah buah demokrasi yang sangat berharga bagi bangsa ini," kata Suyoto.
Kelulusan Suyoto sebagai gelar doktor dipromotori oleh Prof Dr Hotman Siahaan, sementara co-promotor yaitu Prof Dr Ishomuddin MSi, Dr Wahyudi MSi dan Dr Rinekso Kartono MSi. Sebelum menempuh gelar doktor di UMM, Suyoto sebelumnya juga menamatkan program master di kampus ini, tepatnya di Program Master Sosiologi UMM pada 1996.
Sementara dari sisi riwayat karir, sebelum menjadi Bupati Bojonegoro, Suyoto pernah menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik pada 2000-2004 dan dosen tetap Fakultas Agama Islam UMM pada 1990-2000.