Hadi Tjahjanto yang merupakan calon Panglima TNI itu tidak mau menjadi pemimpin yang durhaka kepada orangtua.
Merdeka.com, Malang - Marsekal TNI Hadi Tjahjanto semasa kecil suka mendengarkan cerita tentang Malin Kundang dari ayahnya, Serma Bambang Sudarto. Cerita itupun masih membekas di benak dan nilai-nilainya pun masih dipegang.
Hadi yang merupakan calon Panglima TNI itu tidak mau menjadi pemimpin yang durhaka kepada orangtua, kendati menduduki jabatan mentereng. Karena itu, sejak kecil dia menjadi pribadi yang patuh kepada kedua orangtua.
"Cerita-cerita itu (Malin Kundang) masih diingat. Sewaktu datang, dia bilang, 'Bu aku ora koyo Malin Kundang kan masi aku nggawe pangkat ngene?' (Bu aku tidak seperti Malin Kundang to meski pakai pangkat seperti ini)," kata Bambang Sudarto didampingi istrinya, Nur Sa'adah di kediamannya, di Desa Tamanharjo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (5/12).
Kata Bambang, masa kecil anak pertamanya itu, tidak anak bedanya dengan anak yang lain. Hanya saja orangtua sangat mengawasi, agar tidak terbawa teman-temannya ke arah yang negatif.
"Waktu kecil sering saya dongengi. Dulu itu tidak ada radio, tidak ada televisi, kan hanya dongeng, cerita-cerita. Tidak maju seperti sekarang," kata Bambang.
Sebelum tidur, Hadi bersama saudara-saudaranya dikumpulkan untuk mendapat cerita tentang aneka kisah rakyat. Cerita-cerita itu menjadi cara bagi Bambang untuk memberikan nilai-nilai kebajikan.
"Kalau kecil dongeng kancil. Sudah agak besar dongeng lain lagi. Dongeng itu saya sisipkan, setengah memberi petuah," ujarnya.
Tanpa sadar cerita itu masih diingat anak-anaknya, termasuk Hadi yang tidak lama lagi akan menjabat sebagai Panglima TNI. Bambang berharap anaknya akan terus memegang nilai-nilai kebaikan yang sudah ditanamkan.
"Berarti cerita yang saya berikan itu masih dia ingat. Kalau datang sampai sekarang, sering bilangnya begitu. Alhamdulillah masih ingat terus dengan cerita itu," katanya Bambang.
Sementara Nur Sa'adah mengungkapkan, Hadi sebagai anak yang penurut apalagi kepada dirinya. Ketika orangtua marah, selalu didengar dan tidak pernah menjawab, hingga sekarang.
"Patuhnya sampai sekarang. Pokoknya kalau dimarahin tidak pernah jawab," tegas Sa'adah.
Sa'adah menceritakan, saat masih usia SMA saat diberi uang saku, kalau masih sisa selalu bercerita. Ia juga bercerita kepada ibunya kalau sedang ditraktir teman-temannya.
"Bu masih ada santunan. Jujur apa adanya. Ndak usah Bu, masih ada. Tadi dibayari temen. Padahal itu usia SMA, usia rawan, tapi memang seperti itu," katanya.
Karena itu, Sa'adah tidak pernah marah, kecuali untuk mengingatkan. Karena setiap diberitahu pun terdiam mendengarkan. "Salah benar selalu diam," tegasnya.