Massa aksi Aliansi Pemuda Malang Bersatu (APM) mendesak pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla tinjau ulang kenaikan harga BBM.
Merdeka.com, Malang - Massa aksi Aliansi Pemuda Malang Bersatu (APM) mendesak pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengambil tindakan atas kenaikan harga aneka barang dan kebutuhan pokok. Sejumlah kebijakan pemerintah dinilai tidak berpihak kepada masyarakat.
"Jokowi-JK tidak pro terhadap rakyat, karena Jokowi boneka imperialis, berpihak kepada pemodal asing yang ingin mengeruk kekayaan Indonesia," kata Didik Aprilianto, selaku Humas Aliansi Pemuda Malang Bersatu (APM) di Halaman Gedung DPRD Kota Malang, Jumat (13/1).
APM dalam tuntutannya mendesak pemerintah mencabut PP 30/2009 Pasal 72 tentang Penetapan Harga Migas. Pemerintah harus meninjau ulang atas keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak berdasarkan mekanisme pasar.
"Pemerintah harus meninjau ulang. Seharusnya sebelum menaikkan harga melakukan investigasi sosial, bagaimana kondisi masyarakat di lapangan," katanya.
Massa juga mempertanyakan kenaikan harga BBM yang diumumkan 5 Januari lalu. Padahal harga BBM di pasar dunia sedang stabil, tetapi pemerintah justru menaikkan harga di masyarakat.
Catatan para mahasiswa, Jokowi - JK dalam pemerintahan telah empat kali menaikkan harga BBM. Kenaikan tersebut merupakan realisasi dari rencana kenaikan tahun lalu yang mendapat penolakan keras berbagai pihak.
Kenaikan pertama pada 17 November 2015, 20 Maret 2015, 1 Oktober 2015 dan 5 Januari. Kenaikan tersebut dinilai sebagai kebijakan yang menindas rakyat.
"Kenaikan itu tidak terlepas dari intervensi para kapitalisme yang terus memaksa bonekanya menaikkan harga, bahkan mencabut subsidi," katanya.
Kondisi rakyat akan semakin buruk saat diikuti kenaikan tarif listrik dan pencabutan subsidi tarif dasar listrik untuk 900 VA. Massa berjanji akan melakukan aksi lebih besar lagi, jika pemerintah tidak menanggapi.
Aksi APMB diikuti sekitar 100 massa dengan melibatkan massa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, SMAR (Serikat Mahasiswa Peduli Rakyat Tertindas) dan Front Mahasiswa Nasionalis (FMN).
Selama aksi massa membawa poster, berorasi dan membaca puisi. Massa dengan penjagaan super ketat itu membubarkan diri setelah ditemui oleh anggota DPRD Kota Malang.