Tak sekedar pengikat ikrar, ini makna filosofis yang tersirat dari sebuah Jubah Karmel.
Merdeka.com, Malang - Berangkat dari tahun 1896-1923, para Imam Yesuit melayani daerah-daerah eks. Karasidenan Malang, Bondowoso, dan Madura, lantaran wilayah tersebut menjadi bagian dari Vikariat Batavia (Jakarta). Sacra de Propaganda Fide, pada 19 Februari 1923 menawarkan kepada provinsi Karmel Belanda untuk mengambil daerah tersebut sebagai daerah misi Ordo Karmel. Tawaran tersebut diterima, dan persiapan ambil alih wilayah pelayanan misi pun segera dilakukan. Serah terima tersebut terjadi di Malang.
Kedatangan Ordo Karmel ke Malang dalam menjalankan misinya, tak terlepas dari sejarah berdirinya sekolah Katholik yang terbilang tua di kota Malang, yakni SMAK Santa Albertus, atau lebih dikenal dengan SMAK Dempo.
Berbicara tentang Ordo Karmel, Kepala Sekolah SMAK Dempo, Bruder Antonius Sumardi, berbagi segelintir kisah menarik tentangnya. Ordo Karmel (O.Carm) merupakan persaudaraan santa perawan Maria dari gunung Karmel, Palestina.
Ordo Karmel, sangat identik dengan penggunaan sebuah jubah tak biasa berwarna cokelat tanah. Jubah tersebut, kata Bruder Mardi- sapaan akrab Bruder Antonius Sumardi-, bukanlah jubah sembarangan. Jubah tersebut merupakan pengikat tiga janji yang diikrarkan oleh Ordo Karmel, yakni, kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan.
"Pakaian ini tidak sembarangan orang yang bisa menggunakan. Ada ritus dan tata cara sendiri untuk menggunakannya. Harus mengikrarkan diri menjadi anggota karmel dengan kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan tadi," terang Bruder Mardi.
Melirik pada Jubah Karmel, tak hanya sebagai pengikat ikrar, namun jubah berwarna cokelat ini sarat akan makna filosofis. Jubah Karmel, kata Bruder Mardi, Jubah Karmel terdiri dari tiga lapisan, yang masing-masing memiliki makna tersendiri.
Pertama, jubah bagian dalam. Layaknya pakaian pelindung, jubah ini pun berfungsi melindungi tubuh pemakainya. Kedua, skapulir, yakni bagian jubah yang menyerupai celemek panjang hingga kaki. Skapulir, kata Bruder Mardi, melambangkan perlindungan Maria kepada anggota Ordo Karmel.
Ketiga, bagian terluar jubah yang menyerupai menyerupai capuchon disebut Kapus. Dulunya, Kapus digunakan untuk meletakkan barang-barang yang diberikan orang-orang yang memberi sedekah, disamping sebagai pelindung kepala dikala cuaca panas, maupun dingin.
"Lama-kelamaan (kapus) menjadi sebuah lambang 'penyerahan diri', bahwa kita sebenarnya selalu meminta," jelas Bruder Mardi.
Warna cokelat yang identik dengan Jubah Karmel ternyata tak sembarangan. Warna cokelat tersebut, melambangkan warna tanah.
Warna tanah, jelas Bruder Mardi, mengingatkan tentang penyerahan diri kepada sang Ilahi. Manusia diciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah.
"Warnanya cokelat, yang mengingatkan semua orang bahwa kita semua akan kembali ke tanah. Kita ini kan manusia lemah yang diciptakan dari tanah, dan akan kembali ke tanah suatu saat, yang kita gak tahu kapan," pungkas Bruder Mardi.