Populer di kalangan dunia olahraga, sepakbola nasional terseok-seok untuk pertahankan eksistensinya.
Merdeka.com, Malang - Sepakbola, merupakan salah satu cabang olahraga yang mampu memikat hati masyarakat. Namun, di balik kepopulerannya di tanah air, kemelut selalu menghampiri dan seolah enggan pergi dari dunia persepakbolaan Indonesia.
Salah satu klub sepakbola di Indonesia, Arema Cronus, menjadi salah satu saksi kusutnya persoalan persepakbolaan nasional. Sinergitas pemerintah daerah (Pemda) dan pengelola klub tidak mudah dipertemukan. Sehingga kebijakan-kebijakan diberlakukan dirasa memberatkan dan menghambat.
"Kita ingin mengetuk pemerintah untuk dispensasi pajak pada pengelola klub. Pemerintah membuka peluang sebesar-besarnya untuk perusahaan-perusahaan dengan membagikan CSR ke Industri sepakbola, atau minimal membuka peluang perusahaan besar untuk berpromosi ke klub sepakbola, beriklan ke sepakbola," kata media officer Arema Cronus, Sudarmaji, seperti dilansir dari merdeka.com.
Sudarmadji menilai, negara perlu menggaet swasta berpromosi ke kalangan sepakbola. Sebab mereka merasa selalu kesulitan dalam pendanaan.
"Sehingga muncul guyonan, kalau orang-orang yang mau mengelola sepakbola hanya 'orang gila'. Orang yang memang butuh hiburan, gila sepakbola. Tidak pernah berpikir berapa besar biaya untuk sepakbola itu sendiri," imbuh Sudarmaji.
Menengok ke arah kesejahteraan pemain, Arema Cronus mengakui belum memberikan sesuatu yang ideal. Persoalan pensiun para pemain yang telah menorehkan prestasi terbaiknya pun belum digarap serius.
"Sebenarnya itu keniscayaan. Sesuatu yang kita impikan dan dibutuhkan, tetapi bagaimana kita menopang mereka, sementara klub saja bersusah payah harus menggali potensinya sendiri," ucap Sudarmaji.
Sudarmadji menyatakan, sebagian besar pendapatan masih mengandalkan dari penjualan tiket penonton. Sudarmaji mengaku ingin ada hubungan saling menguntungkan antara klub dan negara.
"Ke depan sangat dibutuhkan, tetapi hadirnya negara juga sangat penting. Misalnya, pemain yang diambil dari klub untuk Timnas, mereka harusnya dapat kompensasi. Pemainnya dapat kompensasi, klubnya juga yang melepas pemainnya," ujar Sudarmaji.
Persiapan masa pensiun juga mesti dipikirkan. Sebab, jangan sampai di masa tua para pemain justru hidup melarat.
"Dalam konteks umur, pemain sangat pendek, hidup seperti apa selanjutnya. Bisa juga dengan memberi pelatihan kewirausahaan. Akses melatih di usia dini. Atau memberikan skema kredit untuk mantan atlet dengan pendampingan. Misalkan dengan membuka perlengkapan toko olahraga pasca pensiun. Mantan-mantan Arema jadi pelatih akademi, tapi kita belum memberi kesejahteraan yang maksimal," tutup Sudarmaji.