Sopir kecelakaan crane maut di Malang, IWP (29) pernah menjalani masa hukuman dalam kasus yang berbeda.
Merdeka.com, Malang - Sopir kecelakaan crane maut di Malang, IWP (29) pernah menjalani masa hukuman dalam kasus yang berbeda. Kini untuk kasus kecelakaan yang menewaskan empat orang dan 11 luka-luka, ia terancam hukuman 6 tahun penjara.
IWP dijerat dengan pasal 310 ayat 4, Undang-undang nomor 22 tahun 2009. Dia juga dikenakan ayat 3 UU yang sama.
"Karena satu orang korban luka berat dan luka ringan sebanyak 10 orang. Selain itu juga pasal 10 ayat 2, karena kerugian material, di situ terjadi kerusakan PJU dan rumah milik korban," jelas Wakapolres Malang, Kompol Deky Hermansyah di Mapolresta di Kepanjen, Minggu (27/8).
Dalam catatan kepolisian, IWP ternyata pernah dua kali menjalani hukuman penjara. Dia pernah dipenjara atas kasus pencurian dan tindak asusila di dua wilayah hukum yang berbeda.
"Dua kali tersangka melakukan kejahatan. Sementara kasus kecelakaan masih yang pertama, selama lima tahun sebagai sopir," katanya.
Pada 2015, IWP melakukan pencurian kertas pabrik di Pagak, Kabupaten Malang. Kemudian tahun 2009 dia dipenjara atas kasus asusila di Kota Malang.
"Kasusnya beda jadi bukan residivis di kasus sama. Hukuman dua-duanya telah selesai dijalani," terangnya.
Polisi telah menetapkan IWP sebagai tersangka tunggal sejak Sabtu (26/8) dan langsung dilakukan penahanan. Namun tidak menutup kemungkinan munculnya tersangka lain dalam kasus tersebut.
"Sementara ini masih satu orang, masih kita lakukan pendalaman, siapa saja yang seharusnya bertanggung jawab dalam kecelakaan itu," katanya.
Butuh dua alat bukti kuat sebagai dasar untuk menetapkan tersangka lain. Apalagi dalam undang-undang nomor 22 Tahun 2009 menyebut sarana dan prasarana pelaku usaha dalam soal layak atau tidaknya.
"Tergantung juga pendapat ahli yakni dari Dishub yang memiliki kompetensi di sana," tegasnya.
Pengakuan tersangka dan saksi yang lain, kondisi kendaraan dalam keadaan baik selama dikemudikan. Sehingga digunakan untuk mengambil sebuah mesin dari bengkel di kawasan Pendem, yang tidak jauh dari lokasi kejadian. Tetapi diperlukan uji ilmiah melalui tim ahli yang memiliki kompetensi untuk memastikan itu.
Polisi akan meminta ahli untuk melakukan pendalaman terkait kelaikan kendaraan dan hasilnya akan menjadi bagian alat bukti penyidikan.