1. MALANG
  2. KABAR MALANG

Menilik kisah Riyati, perajin cobek batu dari Gunung Arjuno

Riyati, seorang perajin cobek batu dari Gunung Arjuno berbagi kisahnya di sini!

© 2016 merdeka.com/Darmadi Sasongko. ©2016 Merdeka.com Reporter : Siti Rutmawati | Kamis, 04 Agustus 2016 15:07

Merdeka.com, Malang - Dusun Petung Wulung dan Bodean Putuk, Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang merupakan daerah yang menjadi pusat perajin cobek. Ratusan warga kedua dusun tersebut hidup dari proses produksi cobek batu, mulai kuli angkut batu, pemecah batu hingga menjualnya ke sejumlah kota.

Riyati (52), salah satu warga Dusun Bodean Putuk, telah puluhan tahun menjadi perajin cobek batu. Hidupnya bergantung dari kegiatan produksi alat dapur penghalus bumbu tradisional tersebut.

Keterampilan membuat cobek batu sudah warisan turun-temurun dan menjadi mata pencarian warga sekitar. Bahkan Riyati tidak pernah tahu, sejak kapan orangtua dan masyarakat sekitar rumahnya menjadi pengrajin cobek.

"Sudah turun-temurun, saya sendiri tidak tahu sejak kapan warga di sini mulai membuat cobek," kata Riyati di sela menghaluskan cobek buatannya di belakang rumahnya, seperti di lansir melalui merdeka.com.

Batu-batu bahan cobek diperoleh dari para penambang di lereng Gunung Arjuno. Batu tersebut dibeli dengan kisaran harga antara Rp 380 ribu sampai Rp 400 ribu per pikap, dengan bergantung jarak tempuh ke rumah perajin.

"Saya paling hanya habis satu mobil pikap setiap bulan," kata Riyati yang diamini suaminya, Jernadu (61).

Riyati menjelaskan, proses awal pembuatan cobek batu adalah memecah bahan menjadi lebih kecil. Sehingga, batu mudah dipotong-potong sesuai ukuran cobek yang diinginkan. Satu per satu, batu akan dibentuk dengan menggunakan tatah layaknya pengukir.

Batu dibentuk sampai mendekati bentuk cobek, yakni bundar dan cekung di bagian tengahnya. Semua sisi tidak rata, tetapi sudah terbentuk seperti yang diinginkan.

"Bentuknya sampai setengah jadi. Baru kemudian dihaluskan dengan mesin gerinda," kata Riyati.

Sehari-hari, Riyati bertugas menghaluskan permukaan cobek dengan mesin gerinda, sampai kondisi siap jual. Sekitar 15 cobek segala ukuran berhasil diselesaikan dalam sehari.

Riyati, perajin cobek Gunung Arjuno
© 2016 merdeka.com/Darmadi Sasongko

Saat bekerja, seluruh tubuhnya tertutup, kecuali mata. Karena debu hasil gesekan gerinda dan batu bahan cobek akan berterbangan. Tangan dan kakinya harus menahan beratnya batu dan tekanan mesin gerindra.

"Sudah biasa, memang begini pekerjaannya," katanya saat ditanya pengaruh debu pada kesehatannya.

Riyati dan suaminya berbagi peran dengan adiknya, yang konsentrasi 'thetek' atau membentuk cobek. Dia hanya menghaluskan saja dengan mesin gerinda sumbangan pemerintah. Sebelumnya sepenuhnya menggunakan tatah dan tangan.

"Kalau saya dan suami, menghaluskan saja. Adik saya yang membuat di rumahnya," katanya.

Cobek-cobek tersebut dibuat dengan empat ukuran yang dijual Rp 15 ribu, Rp 20 Ribu, Rp 25 Ribu dan Rp 100 ribu. Setiap minggu akan ada tengkulak yang datang mengambil. Bahan satu pikap batu akan menghasilkan antara 100 sampai 110 cobek berbagai ukuran.

"Kalau kami, masih punya sapi. Harus cari rumput, di luar membuat cobek. Beberapa orang di sini ada juga yang benar-benar bergantung dari membuat cobek batu," katanya.

Lewat keterampilan membuat cobek, Jernadu dan Riyati berhasil membesarkan ketiga anaknya. Bahkan orang-orang di desa mereka pun membesarkan anak-anaknya dengan menekuni pembuatan cobek batu.

PILIHAN EDITOR

(SR)
  1. Ngalam Kipa
  2. Kabupaten Malang
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA