1. MALANG
  2. KABAR MALANG

'Jangan dilihat dari etnis, pemimpin itu harus bisa bawa perubahan'

Berikut petikan wawancara Muhammad Taufik dari merdeka.com dengan Abah Anton. Abah Anton bicara banyak dan cair tentang strategi pembangunan kota

Walikota Malang, Mochammad Anton. ©2017 Merdeka.com Reporter : Mohammad Taufik | Sabtu, 08 April 2017 00:07

Merdeka.com, Malang - Sebagai salah satu kota pendidikan dan tujuan wisata di Indonesia, Kota Malang tentu memiliki banyak terobosan dan prestasi tapi sekaligus beberapa persoalan yang membelit sebagaimana kota-kota besar lain. Lalu bagaimana kondisi kota ini setelah hampir empat tahun dipimpin Wali Kota Mochammad Anton (Abah Anton) ini?

Berikut ini petikan wawancara Muhammad Taufiq dari merdeka.com dengan Abah Anton di kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta, Selasa (04/04). Kepada merdeka, Abah Anton bicara banyak dan cair tentang strategi pembangunan kotanya, mulai dari kampung tematik, wisata, sampai masalah kemacetan dan kepadatan penduduk.

Bahkan Abah Anton juga ikut mengomentari masalah peluang calon kepala daerah dari etnis China, Arab atau lainnya. Menurut dia, apapun etnisnya, untuk membangun sebuah negara memiliki kesempatan yang sama. Manusia, dia melanjutkan, tidak bisa memilih mau lahir di mana, etnisnya apa.

"Seandainya kita bisa memilih saya akan memilih jadi anaknya Raja Salman saja," ujarnya tesenyum lalu meminta masyarakat tidak melihat suku atau etnis apa dalam pilkada di Indonesia.

Menurut dia Indonesia itu majemuk. "Bebagai suku, budaya, agama yang berbeda-beda. Ini harus kita hargai tinggi. Apapun agama mereka, apapun suku mereka ini harus kita hargai tinggi," ujarnya. Berikut ini kutipan wawancaranya dengan Abah Anton:

Setahun lagi jabatan berakhir, masalah apa paling mendesak di Kota Malang yang harus segera Anda selesaikan?

Kita awali bicara bagaimana kami punya konsep pemerintahan dalam visi misi kami. Kami melihat feedback sejarah ke belakang, kenapa Bung Karno melihat Kota Malang ini sebagai salah satu kota yang akan dijadikan sebagai ibu kota. Di situlah kami melihat dalam konteks sejarah, Bung Karno, Kota Malang tidak hanya indah dan sejuk, tidak hanya cocok berwisata, tapi juga penting untuk pendidikan. Jadi dari situlah kemudian Kota Malang ini cocoknya sebagai kota pendidikan, kota pariwisata, kota industri. Dulu dinamakan Tribina Cipta.

Nah, Tribina Cipta ini sudah melekat sejak lama. Kemudian kami hanya meneruskan itu saja. Bagaimana kami, pemerintah, yang melanjutkan ingin meneruskan sejarah itu menjadi visi misi kami ke depan. Kami mencoba bagaimana tujuan pemerintah, karena pemerintah dianggap berhasil kalau bisa merevolusi mental yang tidak hanya mengubah human-nya (manusia) saja, tapi karakter manusianya. Dan ini penting dalam pembangunan sebuah kota.

Jadi kami mengembangkan kota berkelanjutan. Bagaimana dua tahun ke depan Kota Malang ini, dengan apa-apa yang dimiliki, banyak hal menjadi perhatian kita yang harus diselesaikan. Baik infrastruktur, tata ruang, misalnya pendidikan, kesehatannya, macam-macam. Tentu ini membuat kami mendorong hal ini. Kami melihat potensinya bagus sekali. Mengembalikan Kota Malang sebagai kota pendidikan, pariwisata dan industri. Ini yang menjadi penekanan visi misi kami.

Kemudian kami melihat banyak hal perlu dilakukan pemkot, sebagai sebuah revolusi mental. Revolusi ini menyangkut juga manusianya. Sebab kami yakin perubahan ini bisa terlaksana bila manusianya mau berubah. Ini penting. Nah di situlah kami mencoba salah satunya memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk melakukan berbagai inovasi, menciptakan sebuah pembangunan konkret untuk kemajuan Kota Malang. Ini saya anggap sebagai membangun peradaban baru di mana kita bisa mengubah maindset dan sikap masyarakat. Bagaimana masyarakat kita yang dulunya melihat ada kampung-kampung kumuh sekarang kita berikan kepercayaan untuk mengubah kampungnya. Mereka senang sekali.

Itu kunci utama kita. Dari situ kita melihat ada perubahan sangat besar sekali. Tidak hanya building-nya saja, tapi juga manusianya. Itu terlihat sekali, dari kampung kumuh, masyarakat kriminalitasnya besar, akhirnya berubah total. Karena dengan mengubah kampung, kampung mereka dikunjungi wisata, akhirnya budaya malu muncul. Dulunya membuang sampah sembarangan sekarang tidak, dulunya sanitasi buruk, sekarang tidak lagi, dulu jorok; menaruh jemuran sembarangan, sekarang tidak lagi. Ada budaya malu dari mereka itu.

Dari segi ekonomi sendiri ini juga mengubah masyarakat. Dulu kampung itu kriminalitasnya tinggi, sekarang enggak. Karena apa? Karena pengangguran ini sudah berubah menjadi tidak terlibat kriminalitas. Dengan adanya kampung wisata mereka tidak menjadi pengangguran lagi karena mereka bisa berjualan, bisa bekerja sebagai tukang sapunya, tukang parkirnya, macam-macam di situ. Jadi perubahan besar. Ini revolusi mental. Jadi bukan hanya wawasan kebangsaan saja, tapi hal ini harus dipraktikkan. Ini strategi pembangunan kami.

Artinya fokusnya pembangunan Infrastruktur, pendidikan dan SDM?

Iya ini penting sekali. Di situ kami mencoba mengolaborasikan. Dari sisi masyarakatnya, pemerintah sebagai fasilitator, akademisinya ini untuk membangun bersama, memberikan satu sinergi untuk memberdayakan mereka. Dan juga pengusaha. Jadi quattroholic ini kita bangun bersama. Pengusaha inilah yang menopang mereka untuk mengubah masyarakat kota.

Bagaimana iklim investasi di Kota Malang, apa saja yang menopang perekonomian Kota Malang?

Investasinya bagus, terutama sektor barang dan jasa. Kami ini salah satu kota penyumbang pajak terbesar untuk provinsi Jawa Timur. Inflasi kami hanya tiga koma sekian, di bawah inflasi rata-rata daerah secara nasional. Pertumbuhan ekonominya juga bagus, di atas nasional di atas Jawa Timur. Inflasi paling rendah sehingga menarik bagi investor. Ekonomi tumbuh, inflasi rendah, kondisi daerah kondusif. Ditopang dengan perguruan tinggi tadi sehingga wisata pendidikan menjamur. Yang namanya wisuda hampir setiap bulan dari seluruh perguruan tinggi. Sehingga perdagangan dan jasa laris manis. Di sini apartemen bagian menarik untuk investasi.

Tapi ini juga menjadi bagian dari persoalan bagi kami. Karena Kota Malang sebagai kota pendidikan memunculkan masalah urbanisasi. Kami memiliki masalah kepadatan penduduk, kemacetan. Kemacetan adalah bagian dari problem utama kami. Karena rata-rata kota besar, kota yang menjanjikan, itu selalu problemnya adalah kemacetan. Lain dengan daerah-daerah lain yang lebih kecil. Ini menjadi pemikiran kami, bahkan sering kami sampaikan. Bahwa pembangunan jalan yang kita lakukan adalah bagian dari solusi masalah ini.

Coba bagaimana industri (perusahaan-perusahaan di Kota Malang) ini kita galakkan ikut membangun ruang jalan. Orang-orang itu kan butuh beli apa saja di supermarket, lalu mereka pakai mobil, pakai kendaraan. Maka siapkanlah ruang-ruang jalan, jalan ini milik mereka juga. Biar mereka jalan kaki, disamping mengurangi kemacetan, badan juga sehat. Itulah kenapa sekarang ini saya terus membangun taman-taman, pedestrian, trotoar, ruang-ruang untuk masyarakat berinteraksi. Jangan selalu-selalu pakai kendaraan bermotor.

Pemkot benar-benar memanfaatkan CSR untuk pembangunan, misalnya pembangunan taman-taman. Bagaimana ke depan, apakah perusahaan-perusahaan ini akan terus digandeng?

Jadi quattroholic itu memang sengaja kita gabungkan dengan segala elemen masyarakat di Kota Malang. Saya yakinkan, kalau kita selalu mengandalkan APBD/APBN tidak akan menyelesaikan persoalan karena harus melalui peraturan-peraturan. Kalau CSR ini kan enak sewaktu-waktu kita ingin membangun bisa segera dilakukan. Ini yang kita pikirkan bagaimana pihak ketiga ini digandeng bersama-sama untuk peduli terhadap pembangunan di Kota Malang. Alhamdulillah CSR ini mengalir terus. Tapi CSR ini juga tidak gampang karena menyangkut trust, kepercayaan mereka kepada pemerintah. Nah di situlah revolusi mental ini kita jalankan. Bagaimana membuat percaya pihak ke tiga ini agar terus mencairkan CSR-nya untuk Kota Malang. Strategi inilah yang saya pakai untuk menguatkan mereka. Ini ternyata efektif sekali.

Bagaimana cara konkret Pemkot Malang begitu mudah menggandeng CSR, apakah dengan menyiapkan program-program lebih dahulu?

Jadi kami, sepertinya Tuhan yang mengaturlah. Jadi kenapa CSR ini seperti tidak dipikirkan. 'Kan sebenarnya pembangunan ini bisa dilakukan pakai APBD, ngapaian minta saya (pengusaha)'. Tapi saya enggak tahu kenapa mereka mau membangun itu. Seperti pembangunan trotoar untuk orang, itu kan pemerintah bisa pakai APBD. Tapi mereka tidak, 'saya ingin bangun untuk jalan kaki orang di sini'. Jadi tergugah sekali mereka itu. Apalagi dengan pembangunan kampung-kampung tematik, ini CSR menggeliat. Ternyata kita tidak butuh waktu lama. Saya masuk pemkot sudah tiga tahun. Tapi begitu kita mencoba, satu tahun itu sudah terlaksana, bisa mengubah pola pikir masyarakat kita.

Kepala Bappeda Kota Malang Wasto menambahkan: Jadi begini mas. Abah itu kan latarbelakangnya pengusaha. Saya selaku birokrat yang mengalami beberapa kali wali kota, baru kali ini dipimpin pengusaha. Rupanya gaya komunikasi pengusaha dengan sesama pengusaha ini menjadi mudah. Pada waktu belum dijabat seorang pengusaha, yang namanya proposal disebar ke mana-mana itu tidak ada yang nyantol. Nah ini ketemu tok, ngomong, langsung bisa. Kita tidak ada proposal. Gaya-gaya pengusaha inilah yang saya rasakan tidak banyak dimiliki, dijiwai kepala daerah. Nah kebetulan Kota Malang memiliki kepala daerah yang memiliki latar belakang pengusaha dan notabenenya juga tidak pelit. Kalau ditotal, satu-satunya daerah di Indonesia paling banyak CSR-nya itu Kota Malang. itu yang saya rasakan. Setahun kalau ditotal secara kumulatif itu kisaran Rp 30 sampai 50 miliar, karena banyak.

Yang penting bagaimana menkomunikasikan bersama. Memiliki satu frame soal CSR ini, memang benar-benar tujuan niatnya untuk percepatan pembangunan. Sebetulnya kalau kita lihat CSR ini tidak ada sangkut pautnya dengan proyek pemerintah. Ini kan luar biasa sekali sebetulnya. Tidak perlu kita berikan sesuatu yang menyulitkan mereka. Karena kan jelas undang-undang CSR ini bahwa setiap perusahaan memliki kewajiban. Jadi ngapain untuk sosial lingkungan ini tidak kita ambil, ini tergantung kecerdikan kita bagaimana mengelola itu.

Omong-omong soal kampung tematik. Bagaimana ide itu muncul, butuh waktu berapa lama mengedukasi masyarakat untuk berpartisipasi?

Itu tadi yang saya katakan, tidak butuh waktu lama untuk mengubah maindset mereka. Karena ini kan membangun paradigma baru di sini. Contohnya, sebelum pemerintah omong ayolah kita bangun lebih dahulu, kita bikinlah sebuah contoh untuk mereka agar mau bersama-sama pemerintah, dalam hal ini bersama-sama bicara masalah program. Awalnya kita munculkan otonomi award untuk kecamatan dan kelurahan. Mereka gayeng, senang, ramai-ramai menyambut otonomi award. Setelah kita bangun taman-taman kota, akhirnya mereka mau.

Sekarang muncul tidak hanya kampung warna warni, kampung 3G, tidak itu saja, kita punya 27 lebih kampung tematik. Sekarang ada kampung putih namanya. Ini baru di Kelurahan Rampal Claket, baru proses, hampir dua minggu pengecatan pertama sekarang sudah hampir separuh selesai. Jadi kampung ini putih semua. Juga sebentar lagi kita akan membangun jembatan kaca yang menghubungkan antara kampung 3D ke kampung warna warni. Jadi masyarakat tidak harus lewat jalan besar, tapi cukup lewat jembatan kaca. Itupun pakai CSR senilai 1 miliar.

Sebetulnya kita kan begini. Pemerintah Pusat memberikan kepada kita untuk program 100-0-100 hingga penyelesaian 2019. Itu kita melihatnya 100 persen air bersih, zero persen kampung kumuh dan 100 persen sanitasi bagus. Zero persen kampung kumuh ini yang saya maksud penyelesaiannya mengubah lingkungan kumuh di Kota Malang menjadi lingkungan layak huni. Tapi tidak hanya layak huni, masyarakatnya di kota itu juga diberdayakan sedemikian rupa agar tidak menjadi pengangguran.

Jadi tujuannya memang mengangkat potensi perkampungan di tengah kota?

Ya potensi kampung. Ini yang saya maksud pembangunan berkelanjutan. Ini lah yang saya maksud penyelesaian persoalan menyejahterakan rakyat. Mengubah hidup masyarakat menjadi lebih baik. Secara pemberdayaan punya kemandirian ekonomi, punya daya saing. Secara fisik tampilan lewat program 100-0-100. Fisiknya berubah, manusianya berdaya, niscaya makmur. Sekarang ini ada kampung putih, trus kita ini sebentar lagi juga membangun kampung biru. Kota biru ini bagian dari kota Arema. Bagian dari CSR. Sekian puluh ton cat-nya itu juga bagian dari CSR.

Soal politik, Bah. Tahun depan jabatan wali kota habis. Apa bakal nyalon lagi?

Ini yang belum terpikirkan bagi kami. Yang jelas memang konsentrasi saya adalah bagaimana akan menyelesaikan visi misi saya lima tahun ini. Saya lebih ke arah bagaimana pembangunan yang saya lakukan itu paling tidak lima tahun itu sesuai dengan visi misi itu. Ini sudah bisa menyentuh paling tidak harus levelnya di atas itulah. Pikiran saya seperti itu.

Maksud saya bagaimana masyarakat berpikirnya yang penting tidak dalam konteks pencalonan. Kenapa? Karena saya yakin masyarakat itu pintar sekali. Yang saya berikan adalah bagaimana membuktikan diri bagaimana saya sebagai pemimpin harus bisa memberikan perubahan dalam pembangunan Kota Malang itu. Saya yakin itulah yang menjadi titik keputusan penting bagi masyarakat untuk memilih seorang calon ke depan. Karena saya yakin, siapa saja calonnya, semuanya memiliki pikiran untuk memperjuangkan pembangunan sebuah kota.

Sekarang lagi ramai masalah Ahok. Sebagai wali kota yang juga masih keturunan etnis China, apa ada nasihat bagi pemilih di Indonesia dan Malang khususnya?

Ya. Kalau kita melihat konteks untuk membangun sebuah negara, ini tidak harus kita berpikiran kita ini dari etnis apa. Apalagi kalau kita melihat konteks agama. Apalagi kalau kita ini di Islam. Islam ini tidak melihat konteks ini orang Arab, ini orang China, ini orang Eropa atau apapun. Semua adalah saudara kita. Karena apa? Kita percaya kita ini diciptakan Tuhan tidak bisa memilih. Seandainya kita bisa memilih saya akan memilih jadi anaknya Raja Salman saja (tertawa).

Jadi kita melihat di sini, mari kita apa namanya, jangan melihat suku atau apapun. Indonesia ini majemuk. Saya melihat konteks Indonesia ini majemuk. Negara yang majemuk. Bebagai suku, budaya, agama yang berbeda-beda. ini harus kita hargai tinggi. Apapun agama mereka, apapun suku mereka ini harus kita hargai tinggi. Yang terpenting mereka mau berkarya untuk bangsa dan negara ini, itu baik. Mari. Karena apa? Dia itu pun lahir di Indonesia dan akan mati di Indonesia, sebagai orang Indonesia. Begitu.

Di Kota Malang ini nilai toleransi masyarakatnya tinggi, apa kiatnya. Jarang sekali terjadi gesekan, misalnya kasus SARA?

Benar itu. Begini, kalau kita melihat kota pendidikan Kota Malang ini itu bagian dari miniaturnya Nusantara. Karena warga seluruh pulau-pulau ini semuanya itu menempuh pendidikan di Kota Malang. Ini miniaturnya Indonesia. Jadi ini Nusantara. Kami mencoba bagaimana ya, bahwa kondusivitas ini harus dijaga karena bagian dari kecepatan pembangunan. Bahkan Kota Malang sendiri dipercaya waktu itu mengikuti pertemuan antar kota sedunia dalam hal radikalisme. Kenapa Malang? Karena memang Malang dilihat kotanya kondusif sekali.

Kuncinya hanya satu, komunikasi. Kita bangun komunikasi secara terus menerus dengan warga masyarakat supaya kalau ada hal-hal kejadian apa agar cepat diselesaikan. Ini saya sampaikan juga waktu di Ankara, Turki. Bahwa melihat Malang yang berbeda agama, berbeda suku, berbeda budaya itu mereka bisa kondusif. Tapi ini satu agama, di Palestina, di mana saja, ini perang saudara. Kok bisa ya Kota Malang kondusif seperti itu. Ini saya sampaikan. Yang utama adalah membangun komunikasi terus. Dan tugas pemerintah ini tidak ada yang namanya warga Kristen, ini aliran kepercayaan, semuanya adalah anak kita, rakyat kita. Di situ komunikasi kita bangun, kita naungi bersama, kalau ada apa-apa ayo omong.

Kepala Bappeda Kota Malang Wasto menambahkan: Di Kota Malang itu ada FKUB (Forum Komunikasi Umat Beragama) itu relatif mampu mewadahi tokoh-tokoh masyarakat di agamanya masing-masing. Sehingga segala persoalan selesai di situ. Kedua, lagi-lagi figur, Abah Anton ini tokoh agama. Berangkat dari Ketua PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia), pengurus PWNU yang kebetulan bisa diterima di semua organisasi keagamaan Islam. Di sisi lain setiap malam Jumat, Abah juga punya jamaah pengajian puluhan ribu. Itu sejak dulu. Karena mayoritas melindungi minoritas, makanya minoritas tertarik berpartisipasi di Kota Malang.

PILIHAN EDITOR

(SR)
  1. Abah Anton
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA