Tak disangka, kumpulan mahasiswa ini ubah buah ciplukan jadi alat terapi kanker payudara.
Merdeka.com, Malang - Kenal dengan buah ciplukan?, Ya, buah yang juga dikenal dengan nama ceplukan ini merupakan buah kecil yang banyak tumbuh bersama tanaman perdu. Biasanya buah mungil ini menggantung di batang dan selalu terbungkus rapat. Buah ini juga dikenal dengan pelbagai nama di daerah yang berbeda seperti cecenet atau cecendet, nyurnyuran dan kopok-kopokan.
Tak hanya sekedar buah, ditangan mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB), buah berukuran kecil ini diubah menjadi sebuah alat terapi kanker. Mahasiswa yang tergabung dalam tim penelitian Alterkara Super Steam mengembangkan prototype alat terapi kanker payudara dengan menggunakan ekstrak buah ciplukan (Physalis Peruviana).
Alterkara Super Steam sendiri merupakan nama alat yang dikembangkan untuk terapi kanker payudara tersebut. Alat ini diintegrasikan dengan teknologi uap air dan gel etanol yang ditembakkan ke pusat kanker melalui medium pendispersi sinar laser ultraviolet.
Pemanfaatan ekstrak etanol ciplukan sebagai obat terapi kanker payudara ini, sebelumnya telah diteliti dan dipatenkan oleh guru besar bidang kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Prof DR dr Handayani, MKes.
Dasar Ide Pembuatan Alat
Berdasar pada hasil penelitian Prof. Handayani tersebut, disimpulkan bahwa ekstrak etanol ciplukan dapat menekan kanker sebesar 75% dari stadium 2 lanjut menjadi golongan A atau kanker stadium 1B dalam 6 bulan dengan pemakaian yang rutin. Ide dasar pembuatan alat ini bermula dari kurang efektifnya penanganan obat oral kanker yang dikonsumsi oleh penderita.
"Kelemahannya ini obat oral, jadi harus masuk lambung dulu, penyerapan di usus, baru masuk ke ginjal, hati, kemudian ke pusat kanker," kata Muhammad Dheri Maulana, seperti yang dilansir melalui merdeka.com. Muhammad Dheri Maulana dalam hal ini merupakan ketua tim penelitian Alterkara Super Steam.
Padahal, diperlukan penanganan cepat untuk kasus kanker payudara. Bila pembuluh darah pecah akibat kanker, pasien dalam 1-3 jam setelah serangan bisa meninggal, bila sel darah putih tidak kuat menopang. Hal ini berlaku untuk semua stadium kanker payudara
"Dengan kata lain, alat ini menghindari rugi daya reaksi obat atau efek toksik obat bila diminum secara oral. Selain itu, metode ini juga tidak mempengaruhi jantung, tekanan darah, atau efek samping lain dari obat," sambungnya.
Kondisi inilah yang menjadi yang kemudian menjadi dasar ide pembuatan alat yang dinamakan Alterkara Super Steam. Cara kerja alat berkekuatan 220 Volt dengan daya 150 Watt ini berawal dari pemanasan ekstrak ciplukan dicampurkan air berkadar oksigen tinggi dengan perbandingan tertentu.
Cara Kerja Alat
Setelah dipanaskan, uap air diekstraksikan dengan gel etanol di ujung alat. Apabila kelembapan mencapai 65C, sensor laser ultraviolet langsung aktif dan menembakkan ekstrak ciplukan yang sudah dipanaskan menuju pusat kanker payudara.
Alat ini juga dilengkapi vibrator dengan efek getaran 1,3 dan 5 Hz sebagai efek refleksi dan relaksasi sekaligus sebagai stimulus penembakan sinar yang terdapat pada sistem alat.
"Dosis untuk terapi harus dikonsultasikan dulu dengan dokter. Pemakaian alatnya bisa dipakai secara individu di rumah maupun rumah sakit," ujarnya.
Prestasi Alterkara Super Steam
Alterkara Super Steam yang dibimbing oleh dosen Ir Nurusa'adah, MT ini berhasil meraih Juara II kompetisi MTQ UB XII Kategori Karya Tulis Alquran. Tak ketinggalan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah menghubungi tim Alterkara Super Steam untuk penelitian lebih lanjut.
Penelitian ini terkait pengkajian ulang ambang batas radiasi sinar ultraviolet maksimum yang dapat diterima oleh tubuh sehingga tidak merusak metabolisme. Selain itu, penelitian juga mengkaji hantaran elektrolit dengan kecepatan cahaya untuk menentukan alat bisa dipakai dalam maksimal berapa menit.
Penerapan Alterkara Super Steam
Lukman Gumelar, anggota tim yang bertugas merangkai alat, mengatakan bahwa untuk mengembangkan prototype Alterkara Super Steam, tim menghabiskan dana sekitar Rp 2 juta. Namun untuk penerapannya ke masyarakat diperkirakan alat ini akan menghabiskan dana Rp 20-50 juta.
"Pengembangan untuk masyarakat harus memakai komponen yang sudah teregulasi di data Kemenkes. Pengembangan sistem laser juga harus dilaksanakan secara terpadu," tukasnya.
Anggota tim lainnya, M. Azril Muttaqin, menyarankan alat ini untuk penderita kanker payudara stadium 1 hingga 2 lanjut. Di atas itu tidak disarankan mengingat polimerasi sel yang sudah mengalami kerusakan.
Menurut Azril, pengobatan kanker saat ini dikenal hanya melalui tiga cara yakni kemoterapi, pengangkatan dan penyayatan. Masing-masing memiliki resiko efek pengobatan dan angka kesakitan yang relatif tinggi. Diharapkan dengan alat ini dapat menekan rasa sakit, dapat sembuh dengan waktu yang singkat, dan minim efek samping.
"Semoga bermanfaat untuk masyarakat. Karena tiap dua jam ada satu wanita meninggal akibat kanker payudara," tambah Azril.