Komplek makam Ki Ageng Gribig terletak di jalan Ki Ageng Gribig gang II, kelurahan Madyopuro, kecamatan Kedungkandang, kota Malang. Tak hanya makam Ki Ageng Gribig, dalam komplek makam tersebut terdapat pula makam para Bupati Malang yang pernah memerintah pada akhir abad ke-19 hingga abad ke-20.
Salah satunya, terdapat makam R.A.A Notodiningrat, Bupati Malang yang pertama. Bupati Notodiningrat adalah orang yang yakin akan kisah Ki Ageng Gribig sebagai sosok pendiri cikal-bakal Malang. Setelah menemukan makam Ki Ageng Gribig, Bupati Notodiningrat kemudia membangun dan memelihara makam tersebut. Notodiningrat adalah sosok yang membangun makam Ki Ageng Gribig sebagai makam keluarga dan berlangsung turun-temurun.
Komplek makam Ki Ageng Gribig merupakan salah satu tempat yang dikeramatkan. Pada waktu tertentu, ada saja peziarah yang datang meramaikan makam. Peziarah tersebut umumnya datang dengan tujuan khusus, seperti mencari berkah keselamatan, penglarisan, dan bahkan berburu pusaka.
Sebenarnya, makam Ki Ageng Gribig tak hanya diyakini berada di kota Malang. Makam Ki Ageng Gribig juga diyakini berada di desa Krajan, kecamatan Jatinom, Klaten, Jawa Tengah. Setiap perayaan haul Ki Ageng Gribig, warga setempat menggelar tradisi Saparan Yaqowiyu. Sebuah ritual penyebaran kue apem yang biasanya akan diperebutkan oleh pengunjung. Tradisi tersebut biasanya diadakan sekitar tanggal 15 bulan Safar pada penanggalan Hijriyah.
Ki Ageng Gribig sendiri merupakan seorang tokoh penyebar Islam yang tersohor pada tahun 1600-an. Kisah menyebutkan, Ki Ageng Gribig merupakan sosok yang memiliki hobi berkelana ke tempat-tempat jauh. Tujuannya, ia ingin memperkuat iman sambil menimba ilmu.
Hingga suatu hari, Ki Ageng Gribig menemukan sebuah tempat di tengah hutan lebat. Merasa cocok dengan tempat tersebut, Ki Ageng Gribig kemudian membabat hutan tersebut dan menjadikannya sebagai pemukiman. Tempat itulah yang menjadi cikal-bakal berdirinya sebuah daerah yang kini dikenal dengan nama Malang.