Salah satu syarat atau penilaian sebuah objek dikategori bernilai cagar budaya yakni batasan usia minimal 50 tahun.
Merdeka.com, Malang - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) telah melakukan pendataan serta verifikasi benda cagar budaya di Kota Malang. Salah satu syarat atau penilaian sebuah objek dikategori bernilai cagar budaya yakni batasan usia minimal 50 tahun.
"Tentu tidak sekadar usia. Tetap mempertimbangkan kriteria nilai dan arti penting. Artinya nilai penting, semisal gedung atau bangunan tersebut pernah dihuni tokoh terkenal. Adapun memiliki arti penting, apabila bangunan atau gedung atau objek dimaksud mampu memberikan kontribusi bagi pengetahuan atau nilai manfaat sosial," kata Kepala Dibudpar Kota Malang, Ida Ayu Made Wahyuni di sela HUT Jejaring Kota Pusaka Indonesia (JKPI) di Surakarta, Kamis (26/10).
Disbudpar melibatkan akademisi, pelaku budaya serta volunteer dalam pendataan serta verifikasi benda cagar budaya. Hingga kini telah terdata lebih kurang 600 objek dan 168 objek telah dinarasikan.
Ida Ayu Made Wahyuni mendampingi Walikota Malang Sutiaji hadir dalam temu Kepala Daerah sekaligus peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Dasawarsa JKPI di Solo, 24-27 Oktober 2018. Turut mendampingi, Ketua Tim Penggerak PKK Kota Malang, Widayati Sutiaji.
JKPI sendiri dideklarasikan 25 Oktober 2018 dengan anggota yang terus berkembang. Hingga saat ini jumlah anggota sebanyak 66 Kota/ Kabupaten se-Indonesia. Temu JKPI diisi kegiatan gala dinner, pameran budaya dan ekonomi kreatif, simposium, pawai budaya, ladies program dan heritage city tour.
"Ini bagian dari komitmen kita dalam mendorong wisata heritage di kota Malang. Terlebih pada temu Kepala Daerah anggota JKPI tahun ini. Kita secara bersama membangun komitmen untuk mendesaian managing heritage city," tegasnya.
Sutiaji juga menegaskan, sejumlah langkah menata Malang kota heritage telah dilakukan. Langkah itu tentu akan terus berlanjut, sehingga visi dan misi Kota Malang di bidang pariwisata akan terwujud.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian PUPR, Luthfi Anang menekankan agar pemerintah daerah mampu mengaktualisasi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
"Bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya," ujarnya.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menyatakan bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang- undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Ketentuan tersebut diperkuat Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menyiratkan pentingnya memperhatikan nilai budaya dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah dalam menjalankan amanat ketiga undang-undang tersebut. P3KP telah dirintis sejak 2012 berkolaborasi dengan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI).
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Bina Penataan Bangunan selain memberikan pendampingan dan fasilitasi dalam bentuk dana stimulan penataan kawasan pusaka, juga dilakukan pendampingan penguatan kelembagaan terhadap para pihak terkait, khususnya kepada Tim Kota Pusaka Daerah (TKPD).
P3KP merupakan insentif program kepada Kabupaten/Kota peserta P3KP yang telah menetapkan Perda RTRW dan Perda Bangunan Gedung. Selain itu P3KP juga merupakan platform untuk mensinergikan program lintas sektor baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka mewujudkan pembangunan kota berkelanjutan berbasis pusaka.
Sampai saat ini P3KP telah diikuti oleh 52 Kota/ Kabupaten yang memiliki komitmen dan kepedulian dalam melindungi kekayaan pusaka alam, budaya, dan saujana yang dimilikinya. Komitmen dan kepedulian tersebut dituangkan oleh Kabupaten/ Kota dalam Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP).
Kabupaten/Kota anggota P3KP secara bersama-sama berupaya mencari jalan dan langkah-langkah nyata dalam mendayaupayakan kekayaan pusaka bangsa menjadi aset yang bernilai tinggi, baik di mata bangsa Indonesia sendiri maupun di mata bangsa-bangsa lain di dunia.
Ditegaskan Luthfi, pelestarian cagar budaya perlu didukung dengan pengembangan kota yang menghargai keberadaan cagar budaya dan menjadikannya sebagai bagian penting dalam pengambilan keputusan. Pemerintah Kabupaten/ Kota sebagai penyelenggara pembangunan di daerah dan pengambil keputusan memegang peranan kunci dalam pelestarian kawasan cagar budaya.
Langkah awal adalah menetapkan Tim Kota Pusaka Daerah (TKPD) oleh Kepala Daerah yang terdiri atas SKPD terkait, komunitas pusaka, dan akademisi. Proposal menjadi salah satu indikator yang menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam mengikuti P3KP. Secara garis besar menunjukkan arah kebijakan pemerintah daerah dalam pelestarian kota pusaka, gambaran potensi aset pusaka, dan pemetaan para pemangku kepentingan.