Tiga mahasiwa UB berhasil kembangkan Tersimeniom, sebuah alat yang memanfaatkan kicauan burung untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi.
Merdeka.com, Malang - Terinspirasi dari riset peneliti Australia, mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) kembangkan alat yang dinamai Tersimeniom. Tersimeniom merupakan sebuah alat yang memanfaatkan kicauan burung untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi. Alat tersebut menggunakan teknik sonic bloom atau frekuensi kicauan burung untuk mempengaruhi pembukaan stomata pada padi.
Tersimeniom dikembangkan oleh Tim Divisi Aerokreasi Jurusan Teknik Mesin UB. Tim tersebut terdiri dari tiga mahasiswa, yaitu Siti Amalina Azahra, Dimas Eko Prasetyo, dan Achmad Syafiudin.
Dilansir dari merdeka.com, Siti Amalina Azahra, Ketua Tim Tersimeniom menjelaskan, proses pembuatan perangkat tersebut terinspirasi dari riset seorang peneliti Australia, Dr Dan Carlson. Riset Carlson menyimpulkan bahwa pembukaan stomata tumbuhan dipengaruhi oleh frekuensi kicauan burung.
"Pembukaan stomata yang lebih besar, dapat mempengaruhi hasil fotosintesis, karena penyerapan CO2 dan mineral lebih maksimal," kata Amalina di Universitas Brawijaya (UB) Malang, Kamis (22/9).
Mahasiswi asal Tangerang itu menambahkan, dari hasil studi literatur yang dilakukan, ternyata frekuensi kicauan burung yang dapat mempengaruhi pembukaan stomata tumbuhan berada di kisaran 3000-5000 Hz. Timnya kemudian berinisiatif membuat alat yang dapat memancarkan frekuensi suara audiosonik yang frekuensinya setara dengan kicauan burung, khususnya burung kutilang.
Anggota tim yang lain, Dimas Eko Prasetyo menerangkan bahwa Tersimeniom telah diujicobakan di laboratorium. Ini dilakukan untuk mengukur pengaruh frekuensi dari Tersimeniom terhadap pembukaan stomata dan morfologi. Morfologi (bentuk fisik tanaman) yang diteliti terdiri dari akar, tinggi tanaman dan jumlah bulir.
Hasil uji pembukaan stomata menunjukkan, pembukaan stomata meningkat hampir dua kali lipat, yakni dari 3,839 mikrometer menjadi 5,8 mikrometer. Sedangkan uji morfologi menunjukkan, tanaman padi tumbuh lebat dan akarnya bertambah panjang. Namun, tidak diperoleh pengaruh signifikan pada tinggi tanaman padi.
"Kesimpulannya, sangat berpengaruh dan meningkatkan produktivitas. Tanaman padi yang dekat dengan perangkat dapat menghasilkan 27 bulir per tanaman, sedangkan yang jauh hanya menghasilkan 16 bulir per tanaman," bebernya.
Achmad Syafiudin menambahkan, sementara jangkauan efektif perangkat ini hanya berfungsi untuk jarak 5-7 meter. Penerapan di lapangan, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
Bahkan tim juga berencana untuk melakukan penelitian efek kicauan burung terhadap tanaman-tanaman lainnya seperti kentang, tomat, atau umbi-umbian.
"Biar efek yang diberikan jangkauannya lebih jauh, masih diteliti lebih lanjut. Untuk kualitas padi yang dihasilkan dari perlakuan juga harus diuji," jelasnya.
Menurut Syafiudin, temperatur rendah adalah kunci utamanya. Bila temperatur udara tinggi, stomata akan tertutup untuk mencegah penguapan zat hara yang berlebihan.
"Sesuai dengan teori pembukaan stomata, alat ini efektif digunakan pagi hari antara jam 08.00-10.00 dan di sore hari antara jam 15.00-17.00 Untuk di atas jam 10 dan menjelang sore hari dianjurkan agar alat dimatikan," katanya.
Alat dalam bentuk portabel ini diharapkan dapat memberi kemudahan pada petani dari segi pengguna. Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman padi di Indonesia.
Tersimeniom sendiri berhasil meraih Juara Umum I pada Pekan Inovasi Mahasiswa Pertanian Indonesia (PIMPI) kategori Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian. Tiga anggota Tim Divisi Aerokreasi Jurusan Teknik Mesin UB dengan dosen pembimbing Bayu Satriya Wardhana itu berhasil menyisihkan 15 finalis dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. PIMPI sendiri digelar oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keilmiahan Forces di Institut Pertanian Bogor (IPB), 17-18 September 2016.