Pakar dari lima negara berkumpul di Universitas Brawijaya bahas ketergantungan energi.
Merdeka.com, Malang - Indonesia dan hampir semua negara di dunia memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Tantangan berat, menginggat terbatasnya sumber daya alam yang ada.
Tahun 2050, diperkirakan kebutuhan dunia akan energi akan meningkat dua kali lipat dari sekarang. Bersamaan, kebutuhan air dan pangan pun akan meningkat hingga 60 persen, seiring pertumbuhan penduduk, modernisasi, industrialisasi dan perkembangan berbagai sektor kehidupan.
Sebanyak 39 pakar dari lima negara berkumpul di Universitas Brawijaya (UB) Malang dalam forum The 2nd Internasional Conference on Food, Agriculture and Natural Resourses 2016. Selama dua hari, para peserta yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Jepang dan Korea Selatan berkonferensi di Gedung Widyaloka Universitas Brawijaya.
"Mereka dalam rangka mengintensifkan komunikasi ilmiah dalam bidang pangan, pertanian, energi dan lingkungan," kata Kiki Fibrianto, Ketua Panitia Konferensi di Gedung Widyaloka Universitas Brawijaya, Selasa (2/8).
Selain itu, forum konferensi juga memperkenalkan inovasi produk pangan olahan industri dan UKM serta inovasi teknologi. Juga diperkenalkan potensi lokal termasuk keragaman pangan dan kuliner.
Indonesia, kata Kiki, memiliki ketergantungan terhadap sumber energi fosil dan mineral sebesar 97 persen. Padahal butuh waktu ribuan tahun agar fosil terbentuk dan terakumulasi di kerak bumi untuk menjadi sumber energi.
Sementara di sisi lain, pemanfaatan sumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable resourses) masih terbatas. Penggunaan energi baru terbarukan (EBT) tidak lebih dari 5 persen.
EBT yang digolongkan menjadi sumber daya tidak terbatas, dalam kurun waktu tertentu juga akan mengalami persoalan, jika tanpa langkah konservasi. Energi ini sangat berkait dengan penyediaan pangan, kebutuhan, perikanan, perternakan, air dan udara.
"Dunia membutuhkan pengelolaan sumber daya alam yang komprehensif dan sustainable dari berbagai pihak dan multidisiplin," katanya.
Hasil dari konferensi ini berupa poin rekomendasi strategi ketahanan pangan, pertanian dan energi berwawasan lingkungan. Hasilnya akan menjadi agenda bagi penetrasi kebijakan di masing-masing negara.
Reporter: Darmadi Sasongko