Peraturan Gubernur terkait angkutan berbasis aplikasi online akan diberlakukan,
Merdeka.com, Malang - Beberapa waktu lalu, suasana kota Malang sempat menghangat lantaran adanya aksi mogok yang digelar oleh ratusan supir angkutan kota (angkot). Aksi mogok tersebut merupakan ungkapan protes yang dilontarkan para pengemudi angkutan konvensional atas kehadiran transportasi berbasis aplikasi yang mulai mengaspal di kota Malang.
Tak hanya pemerintah daerah setempat, kondisi tersebut pun mendapat respon cepat dari Gubernur Jawa Timur, Soekarwo. Berkoordinasi dengan Kapolda Jatim, Irjen Pol Machfud Arifin, Soekarwo menyiapkan Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) terkait angkutan khusus berbasis aplikasi online. Rencana, peraturan tersebut akan diberlakukan per 1 April 2017.
"Dasarnya adalah Peraturan Menteri Perhubungan No 32 Tahun 2016. Namun ada hal yang belum diatur, sehingga perlu dilengkapi melalui Pergub. Misalnya aturan mengenai roda dua belum diatur di Permen, sehingga dimasukan di Pergub karena kenyataannya ada dan harus ditata," kata Soekarwo saat di Mapolda Jatim, Kamis (30/3), dilansir dari kominfo.jatimprov.go.id.
Soekarwo menegaskan, kesepakatan telah terjalin antara angkutan konvensional dengan angkutan berbasis aplikasi online mengenai titik atau wilayah kerja. "Ada kesepakatan jika ada taksi online tidak boleh jemput di tempat umum, seperti rumah sakit, terminal, bandara, dan mall," paparnya.
Dilansir Antara, selain aturan mengenai zona penumpang, peraturan yang rencananya akan diberlakukan 1 April 2017 ini, juga menetapkan aturan terkait batas bawah tarif angkutan online. Tujuannya, kata Soekarwo, konsumen diberikan pilihan untuk menggunakan angkutan konvensional atau angkutan online.
"Kenapa yang diatur hanya tarif batas bawah, untuk batas atasnya biar pasar yang menilai. Dengan demikian mereka para penyedia angkutan dapat berkompetisi," tegasnya.
Menanggapi Rapergub tersebut, Head of Coorporate Communication Uber Indonesia, Dian Safitri menuturkan, pihaknya menyadari teknologi dan model bisnis berbagi tumpangan (ridesharing) masih relatif baru. Sehingga Uber sendiri mengapresiasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam memberikan perhatian dan mengambil langkah untuk meregulasinya.
"Kami meyakini, aturan balik nama kendaraan, pembatasan kuota, biaya dan zonasi akan membatasi akses masyarakat terhadap kesempatan ekonomi yang fleksibel dan terhadap transportasi pilihan yang aman, mudah dan dapat diandalkan serta tidak sejalan dengan semangat pemerintah untuk menggalakkan ekonomi digital dan kerakyatan," ungkap Dian, melalui pernyataan resminya, Kamis (30/3).
Dian menilai, pemerintah perlu memahami perbedaan model bisnis dan kebutuhan masyarakat di era teknologi saat ini. Serta, melahirkan kebijakan publik yang progresif untuk dapat mendukung inovasi, kompetisi dan pilihan dalam mekanisme pasar yang bisa beradaptasi dengan perubahan.
"Kami percaya bahwa taksi, angkot, ojek dan pilihan transportasi berbasis aplikasi mobilitas seperti Uber dapat hidup dan berkembang secara berdampingan untuk memberikan pilihan mobilitas sesuai segmentasinya. Ini yang terbaik bagi semua pihak. Warga dan turis bisa bebas memilih apakah mereka ingin menyetop kendaraan di jalanan atau memesan melalui telepon, sms maupun aplikasi," paparnya.
Dengan demikian, kata Dian, pihaknya berkomitmen untuk terus berdialog dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam proses perumusan Peraturan Gubernur tersebut. "Untuk memastikan kepentingan penumpang dan mitra pengemudi dapat terakomodasi, serta manfaat penuh model bisnis dan aplikasi berbagi tumpangan dapat dirasakan oleh pengguna dan mitra pengemudi di Jawa Timur," pungkasnya.