Pura Luhur Dwijawarsa di tengah perkampungan muslim, sebuah simbol toleransi antar umat beragama yang patut di simak.
Merdeka.com, Malang - Berdiri sejak 1957, Pura Luhur Dwijawarsa menjadi tempat ibadah umat Hindu terbesar dan tertua di Malang Raya. Uniknya, pura ini justru terletak di tengah perkampungan warga yang sebagian besar menganut agama Islam. Interaksi antar kedua agama tersebut menjadi salah satu potret toleransi tinggi antar umat beragama yang patut disimak.
Pendirian Pura Luhur Dwijawarsa diprakarsai oleh tiga rohaniawan Hindu. Yakni, Ida Pedanda Made Kemenuh, Ida Pedanda Oka Telaga dan Ida Pedanda Wayan Sidemen. Ketiganya kemudian bertemu dengan Keluarga Pelajar Bali Indonesia (KBBI). Pertemuan mereka diantarkan oleh JBAF Major Polak, yakni salah satu tokoh umat Hindu di Malang kala itu.
Bermula dari pertemuan tersebut, tercetus ide pembangunan Pura di Malang. Pertimbangan lokasi strategis menuntun terpilihnya Puncak Gunung Buring sebagai tempat didirikannya pura tersebut. Secara strategis, pura tersebut terletak di kelurahan Lesanpura, kecamatan Kedung Kandang, kota Malang.
Melegalkan sekaligus mempelancar pendirian pura, tahun 1957 dibentuk Yayasan Pura Dwijawarsa. Sebelas tahun kemudian, sebuah pura megah berhasil didirikan di area Puncak Gunung Buring tersebut.
Menjadi Pura terbesar di Malang, berbagai kegiatan agama Hindu pun dipusatkan di pura tersebut. Semakin lama, semakin banyak kegiatan dan perayaan hari suci yang dilakukan di pura tersebut.
Uniknya, pura besar tersebut berdiri di tengah perkampungan yang didominasi oleh muslim. Meski begitu, toleransi antar umat beragama tergambar jelas dari interaksi dua agama tersebut. Tak heran, jika Pura Luhur Dwijawarsa disebut sebagai simbol yang menggambarkan toleransi yang tinggi antar umat beragama di tengah masyarakat Malang.