1. MALANG
  2. GAYA HIDUP

Mahasiswa UB Malang bina penderita tuna grahita budidaya lele hingga tanam sayur

Lima mahasiswa UB Malang membina kampung idiot Ponorogo lewat terobosan program Invest .

©2018 Merdeka.com Editor : Rizky Wahyu Permana | Contributor : Darmadi Sasongko | Selasa, 26 Juni 2018 13:24

Merdeka.com, Malang - Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang membina kampung idiot Ponorogo lewat terobosan program Invest (Integrated Vermicultivation and Aquaponik Trickle Gravel System For Independent Village). Lima mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) melakukan inovasi dan terobosan membina para penderita tuna grahita atau down syndrom melalui program kreativitas mahasiswa bidang pengabdian masyarakat (PKM-M).

Kelima mahasiswa tersebut di antaranya Ramadhana Alyauma Fatihah (FTP-2015), Satriyo Pandunusawan (FTP-2014), Bima Aria Pradana (FTP-2014), Lia Tri Agustin (FTP-2016) dan Orwela Arum Surtanti (FTP-2016) di bawah bimbingan Dewi Maya Maharani. Konsep tersebut memadukan tiga program yaitu budidaya lele, sayur dan cacing yang saling terintegrasi membentuk kegiatan berbasis zero waste.

"Invest adalah konsep pengembangan kampung idiot menjadi desa mandiri pangan berbasis zero waste. Konsep tersebut sebagai langkah pemberdayaan masyarakat Desa Karangpatihan khususnya kepada 30 penderita tuna grahita atau down syndrom di Ponorogo," kata Satriyo di Universitas Brawijaya Malang, Senin (25/6).

"Kami merangkul para penderita tuna grahita ini untuk menjalankan suatu sistem aquaponik budidaya lele dan sawi guna menghasilkan produk organik yang baik bagi kesehatan," sambungnya.

Sementara itu slury (sampah) yang diperoleh dari limbah aquaponik dimanfaatkan sebagai media hidup dari cacing Lumbricus rubellus atau cacing tanah yang biasa digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik. Sistem tersebut relatif mudah dan sederhana sehingga dapat dijalankan bagi para penderita tuna grahita.

Produk organik dan olahan program tersebut juga mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga dapat memberikan manfaat yang besar sebagai langkah pemulihan serta sekaligus berpeluang memutus mata rantai Tuna Grahita di Desa Karangpatihan.

Santriyo menjelaskan, Kabupaten Ponorogo merupakan wilayah dengan penyebaran penderita tuna grahita terbesar di Indonesia. Penyebaran tersebut terpusat di satu titik yaitu Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong yang memiliki lebih dari 30 penderita tuna grahita. Desa Karangpatihan ini kemudian dikenal dengan julukan sebagai kampung idiot.

Desa Karangpatihan juga memiliki tingkat perekonomian dan pendidikan yang masih rendah. Kondisi tersebut juga turut menyebabkan kemampuan penyediaan pangan dan gizi bagi masyarakat menjadi sangat kecil. Faktor penting inilah diduga menjadi sumber terus lahirnya mata rantai tuna grahita di Desa Karangpatihan.

Meski di sisi lain, Kabupaten Ponorogo memiliki potensi pertanian, peternakan dan perkebunan yang bisa dikembangkan.

Program ini telah mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Dinas Pertanian dan Perikanan, Badan Pertanian Kehutanan, Dinas Sosial Kabupaten Ponorogo, selain juga dari sebuah Industri Budidaya Pengolahan Cacing Lumbricus Rubellus dan tentunya dari Universitas Brawijaya.

Kata Santriyo, program tersebut diharapkan mendorong masyarakat mempunyai kemampuan mewujudkan ketahanan pangan dan gizi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan.

"Diharapkan program ini juga secara tidak langsung mampu meningkatkan kesejahteraan dan tingkat ekonomi masyarakat tuna grahita," pungkasnya.

PILIHAN EDITOR

(RWP) Laporan: Darmadi Sasongko
  1. Kampus
  2. Teknologi
  3. Universitas Brawijaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA