1. MALANG
  2. GAYA HIDUP

Biskuit tempe buat atasi kelaparan ciptaan mahasiswa UB lolos kompetisi pangan dunia

Mahasiswa UB Malang lolos dalam kompetisi pangan dunia lewat produk biskuit berbahan tepung ganyong, tempe yang dicampur bekatul.

©2018 Merdeka.com Editor : Rizky Wahyu Permana | Selasa, 12 Juni 2018 08:08

Merdeka.com, Malang - Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang lolos dalam kompetisi pangan dunia lewat produk biskuit berbahan tepung ganyong, tempe yang dicampur bekatul. Produk dengan nama Yuki, Yummy Cookie diciptakan untuk mengatasi kelaparan dan malnutrisi.

Lima mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian UB tersebut berhak maju dalam final kompetisi pangan dunia, The International Union of Food Science and Technology (IUFoST) Product Development Competition 2018 yang akan berlangsung di CIDCO Exhibition Centre, Mumbai India 23-27 Oktober 2018.

Kelima mahasiswa angkatan 2015 tersebut adalah Ngesti Ekaning Asih, Af'idatul Lutfita Shofiatur Rizka, Susi Wardani, Nur Afida Nuzula dan Lusia Kartika Ratri. Karya mereka di bawah bimbingan dosen pendamping Wenny Bekti Sunarharum.

"Yuki, Yummy Cookie merupakan biskuit berbahan dasar tempe, bekatul dan tepung ganyong atau canna edulis yang kaya protein, kalori serta serat," kata Ngesti Ekaning Asih, selaku Ketua Tim di UB, Jumat (8/6).

Kata Ngesti, kebetulan dirinya berasal dari Malang yang cukup akrab dengan tempe. Kendati tempe juga banyak dijumpai di daerah asal teman-temannya lain, seperti Trenggalek, Nganjuk dan Blitar.

"Kami jadi berpikir untuk mengolah tempe tersebut menjadi bahan pangan yang fungsional sekaligus sesuai tren masa kini," tegasnya.

Jika biasanya tempe hanya disajikan dalam bentuk gorengan, kali ini diolah sebagai cookies dengan penambahan tepung ganyong dan bekatul untuk memperkaya nutrisinya.

Alasan memilih sajian cookies, selain karena bentuknya yang unik dan praktis juga memperpanjang umur simpan dan tampilan packaging yang lebih menarik.

Proses pembuatan Yuki relatif sederhana. Setelah tempe, bekatul dan ganyong mengalami proses pengeringan dan penepungan selanjutnya tinggal ditambah telur maupun bahan lain untuk kemudian diolah seperti pembuatan cookies pada umumnya.

"Yuki cookies kami ini juga aman bagi penderita autis karena tidak menggunakan terigu sama sekali sehingga bersifat nongluten. Jadi ibaratnya kami ini sekali dayung, dua tiga pulau terlampai," katanya.

Selain mengoptimalkan pengolahan komoditas lokal, tempe, ganyong dan bekatul, inovasi lima mahasiswa tersebut bermanfaat bagi penderita autis dan malnutrisi serta terutama mengatasi wabah kelaparan dunia. Karena memang tinggi kandungan kalorinya.

Data FAO, kata Ngesti menunjukkan, 124 juta manusia di dunia terancam kelaparan sepanjang 2017. Selain itu jumlah manusia sedunia yang terancam kelaparan naik setiap tahunnya. FAO memperkirakan 19.4 juta penduduk Indonesia yang menderita kekurangan gizi sepanjang 2014-2016.

"Ini yang melatari kami selaku anak muda apalagi yang juga menekuni ilmu pangan di bangku kuliah untuk mencari inovasi atas permasalahan tersebut," katanya.

Sementara itu, IUFoST Product Development Competition 2018 merupakan kompetisi ilmiah dua tahunan tingkat dunia di bidang pengembangan produk pangan. Even ini dimulai sejak 1962 dengan motto Food Science Fighting Hunger.

Tahun 2018, tema yang diangkat 25 Billion Meals a Day by 2025 with Healthy, Nutritious Safe and Diverse Food.

Ngesti dan kawan-kawan berhasil menyisihkan tiga ribu kontestan lain dari 70 negara dan maju sebagai finalis bersama delapan tim lainnya dari China, Amerika Serikat, Brazil, India, Uganda, Kenya, United Kingdom dan Perancis.

PILIHAN EDITOR

(RWP)
  1. Kuliner
  2. Kampus
  3. Universitas Brawijaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA