1. MALANG
  2. GAYA HIDUP

Fury Wars, penetral limbah cair tahu temuan mahasiswa UB

Limbah cair tahu sendiri belum banyak dimanfaatkan dan penemuan ini sendiri merupakan hal baru.

©2018 Merdeka.com Editor : Rizky Wahyu Permana | Contributor : Darmadi Sasongko | Sabtu, 21 Juli 2018 17:26

Merdeka.com, Malang - "Tahu bulat, digoreng dadakan lima ratusan, anget-anget, gurih nyoi," demikian gaya menawarkan tahu goreng yang populer di masyarakat.

Memang tahu dengan berbagai bentuk penyajian menjadi makanan favorit bagi masyarakat Indonesia. Cukup digoreng, sudah menjadi sajian laris-manis nan murah.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) mencatat rata-rata konsumsi tahu Indonesia tahun 2002-2015 sebesar 7,26 kg per kapita per tahun. Besarnya konsumsi tahu mendorong menjamurnya industri produsen di masyarakat.

Namun di balik nikmatnya tahu goreng, ternyata proses produksi tahu memunculkan masalah baru dari sisi limbahnya. Dua jenis limbah dihasilkan dari proses produksi tahu, yakni dalam bentuk padat dan cair. Limbah padat biasanya dimanfaatkan sebagai pakan hewan ternak. Sedangkan limbah cair belum banyak dimanfaatkan.

Umumnya produsen tahu masih membuang limbah cair ke sungai karena memang belum memiliki teknologi pengolahan limbah yang dibutuhkan. Padahal limbah cair tahu sangat berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat, jika dibuang secara langsung dan bercampur dengan air di sungai.

Kandungan BOD dan COD serta asam pH-nya sangat tinggi, sehingga menimbulkan bau tajam dan mengurangi kadar oksigen dalam air. Secara kasat mata, limbah cair tahu akan meningkatkan kekeruhan air.

Mahasiswa Universita Brawijaya Malang menemukan alat penetral limbah cair dari proses produksi tahu. Temuan alat yang diberi nama Fury Wars singkatan dari Tofu Industry Wastewater Recycling Systems itu dinilai tepat diaplikasikan pada pengolahan limbah tahu.

"Fury Wars ini teknologi tepat guna pengelola limbah cair tahu yang masih mengandung kandungan asam cuka dan protein yang tinggi, diolah menjadi limbah cair yang aman untuk dibuang. Sehingga tidak menghasilkan bau tidak sedap di sekitar lokasi industri tahu," kata mahasiswa Teknik Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Listy Laura, Kamis (19/7).

Listy yang juga ketua tim menjelaskan, sistem kerja Fury Wars cukup sederhana, yakni berupa balok kaca bertingkat yang akan dialiri limbah dengan menerapkan prinsip gaya gravitasi. Air akan mengikuti aliran dari posisi lebih tinggi menuju ke lebih rendah.

"Tetapi kami juga menambahkan bakteri pada balok pertama dan kedua untuk menyehatkan limbah cair tersebut. Selain itu ada pula oksigen yang kami tambahkan di balok kedua untuk lebih menyehatkan dan menyeimbangkan kadar pH limbah," katanya.

Sementara pada balok terakhir digunakan filter, sehingga limbah cair menjadi aman dan lebih ramah lingkungan saat dibuang.

Tidak hanya itu, Listy Laura bersama timnya yang terdiri Robert Antonius, Dewi Martha Ayu, Xavier Adli, Raihan juga mengolah limbah cair menjadi nata, yakni bahan dasar yang dapat digunakan untuk aneka kerajinan. Di bawah dosen pembimbing Angga Dhetta Shirajuddin, limbah cair tersebut dapat menghasilkan lembaran nata, yang dapat difungsikan untuk hiasan rumah tangga.

"Sebelum dibuang, kami juga menambahkan bakteri pada limbah sebelum masuk ke alat instalasi kami. Penambahan bakteri ini dimaksudkan untuk mengubah limbah menjadi nata yang bisa digunakan sebagai bahan dasar aneka kerajinan," kata Dewi Martha Ayu, anggota tim yang lain.

"Ini karena saking banyaknya limbah cair yang tersedia sehingga kami memberikan dua solusi pengolahan. Pertama adalah instalasi untuk mengolahnya sebelum dibuang dan kedua adalah mengubahnya menjadi nata," tambahnya.

Limbah yang telah diberi bakteri dan berubah menjadi nata ini selanjutkan dikeringkan. Nata kering yang berbentuk lembaran kemudian diolah menjadi kerajinan seperti tas, dompet, tempat pensil dan sebagainya.

Sementara Robert Antonius mengatakan, saat ini Fury Wars telah teraplikasi di kelompok industri produsen tahu KLB di Jalan Pelabuhan Ketapang I, Kecamatan Sukun, Kota Malang.

Setiap hari, KLB yang berdiri sejak 1998 menghasilkan limbah sebanyak 5.237 liter per hari. Implementasi Fury Wars terbukti mampu mengolah limbah hingga sekitar 70 persen menjadi lebih ramah lingkungan.

"Pengusaha tahu nantinya dapat mandiri dalam melakukan pengolahan limbah yang dihasilkan. Instalasi ini terbukti mampu mereduksi dampak negatif limbah cair tahu sehingga lebih ramah lingkungan. Bahkan bisa memberdayakan masyarakat dengan menyediakan lapangan pekerjaan lewat produksi kerajinan tangan berbahan nata de soya," jelasnya.

PILIHAN EDITOR

(RWP) Laporan: Darmadi Sasongko
  1. Kampus
  2. Teknologi
  3. Universitas Brawijaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA