Kisah gugurnya Abdulrachman Saleh, sosok pria sejuta talenta yang gugur kala mengemban misi mulia dari negara, di 29 Juli 1947.
Merdeka.com, Malang - Menyemarakkan peringatan Hari Bhakti TNI Angkatan Udara ke 70 tahun ini, anggota Lanud Abdulrachman Saleh menggelar kegiatan bakti sosial dan pengobatan masal di desa Kemiri, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, Selasa (25/7) lalu. Komandan Lanud Abdulrachman Saleh, Marsma TNI Julexi Tambayong menyampaikan, Hari Bhakti TNI AU yang diperingati setiap 29 Juli ini, lahir dari sebuah peristiwa pilu gugurnya para perintis TNI AU kala menjalankan sebuah misi mulia.
"Ditetapkannya menjadi Hari Bhakti TNI AU ini, karena para pendahulu perintis-perintis TNI AU pertama kali melancarkan serangan udara kepada kepemimpinan Belanda yang ada di tiga kota di Indonesia yaitu, Salatiga, Ambarawa dan Semarang. Seketika itu, para petinggi-petinggi TNI AU gugur dalam serangan itu salah satunya Abdulrachman Saleh," tuturnya.
Lalu, siapakah sosok Abdulrachman Saleh, yang kini namanya juga diabadikan menjadi sebuah Pangkalan Udara di Malang itu? Dilansir dari berbagai sumber, berikut merupakan sekilas kisah dari sosok pahlawan nasional yang gugur saat mengemban misi pada 29 Juli 1947 silam itu.
Nama Abdulrachman Saleh memang tak hanya dikenang sebagai sosok pahlawan nasional. Nama pria yang dikenal dengan julukan Karbol ini pun menggaung indah dalam dunia kedokteraan, penyiaran radio, hingga dunia militer. Sayangnya, pria dengan sejuta talenta ini, gugur dalam sebuah pesawat bernama Dakota VT-CLA, saat menjalankan tugas pemerintah mencari bantuan obat-obatan ke luar negeri.
Abdulrachman Saleh lahir di Jakarta, pada 1 Juli 1909. Ayahnya, Mohammad Saleh, merupakan seorang dokter yang dikenal sosiawan di kalangan masyarakat. Saat Karbol masih kecil, ayahnya kerap tinggal berpindah-pindah, lantaran tenaga dokter masih sangat sedikit kala itu. Bahkan, jumlah pasien dengan dokter yang menangani bisa dikatakan tak seimbang.
Berasal dari keluarga berpendidikan, menggiring dirinya mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikannya dimulai dari Holland Indische School (HIS) dan berlanjut di Meer Urgebreid Lagere Onderwijs (MULO). Mencoba mengikuti jejak sang ayah, Karbol melanjutkan studinya ke School Tot Opleding van Indische Artsen (STOVIA) di Jakarta. Sayangnya, baru beberapa bulan belajar di STOVIA, sekolah itu justru dibubarkan oleh Pemerintah Belanda. Kendati demikian, Karbol terus melanjutkan studinya yang tertunda di Algemene Middelbare School (AMS). Berhasil menamatkan pendidikannya di AMS, ia pun melanjutkan studinya di Geneeskundige Hooge School(GHS) di Batavia. Selama menjalankan studinya di GHS, Abdulrachman Saleh giat berpartisipasi dalam berbagai organisasi seperti Jong Java, Indonesia Muda, dan Kepaduan Bangsa Indonesia.
Abdulrachman Saleh memperdalam pengetahuannya di bidang ilmu faal, setelah dirinya resmi menyandang gelar dokter. Sang Karbol nampaknya menjadi salah satu mahasiswa pandai di sekolahnya. Mendalami Ilmu Faal, ia pun menjadi seorang dosen pada Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta, hingga berhasil menjadi seorang guru besar di bidang itu.
Tak hanya di bidang Ilmu Faal, nama Abdulrachman Saleh pun dikenal dalam dunia penyiaran radio. Perjuangannya dalam menyiarkan proklamasi Kemerdekaan RI ke pelosok tanah air hingga ke luar negeri, membuat namanya diperhitungkan dalam bidang itu. Bahkan, ia bersama aktivis radio lainnya pada 11 September 1945, menyusun dasar-dasar Tripasetya RRI, yang masih dikenal hingga saat ini. Berkat perannya sebagai insan radio, Abdulrachman Saleh menjabat sebagai ketua organisasi Radio Republik Indonesia.
Setelah penyiaran radio di tanah air dirasa lancar, akhirnya Abdulrachman Saleh memilih mengundurkan diri dari dunia radio. Namun perjuangannya tak berhenti sampai di situ. Abdulrachman Saleh melanjutkan perjuangannya di TNI dan bersama Adi Sutjipto mengembangkan kejayaan di Angkatan Udara Nasional.