Berbeda dari kota lain di Jawa, Malang memiliki dua alun-alun yang masih terus berfungsi hingga saat ini.
Merdeka.com, Malang - Seperti lazimnya kota di Jawa, Malang juga memiliki alun-alun sebagai pusat berkumpulnya masyarakat. Hanya saja yang sedikit membedakan kota Malang dengan kota-kota lain di Jawa adalah struktur bangunan yang melingkari alun-alun serta yang cukup unik adalah karena Malang memiliki dua alun-alun sebagai pusat kota.
Alun-alun yang pertama kali ada di kota Malang adalah alun-alun yang kini terletak di depan masjid Jami'. Alun-alun ini dibangun pada tahun 1882 dan memiliki bentuk pembagian fungsi bangunan yang berbeda dari kota-kota lain. Salah satu hal yang cukup aneh adalah pendopo kabupaten yang tidak berhadapan dengan kantor asisten residen sebagaimana kota-kota lain di Jawa.
Purnawan Basundoro dalam buku 'Dua Kota Tiga Zaman' menulis bahwa struktur alun-alun yang berbeda tersebut dapat diinterpretasikan bahwa alun-alun Malang sejak awal merupakan alun-alun resmi yang digunakan untuk pemerintah kolonial. Namun pada perkembangannya, karena semakin banyaknya orang Belanda yang datang ke Malang, bentuk alun-alun dan fungsinya tersebut sudah dianggap tidak ideal lagi karena terlalu bercorak Jawa.
Para generasi baru ini menganggap bahwa pusat kekuasaan seharusnya pindah dari daerah alun-alun dan memiliki tempat sendiri. Setelah kota Malang menyandang status gementee pada tahun 1914, gagasan mengenai bentuk kota yang lebih bercorak barat ini dapat terwujud. Pusat pemerintahan pindah ke balaikota Malang saat ini dan taman di depan yang bernama J.P. Coen Plein disebut juga sebagai alun-alun bunder.
Namun ternyata walaupun kaum pembaharu ingin menjauhkan konsep Jawa pada pusat pemerintahan yang baru ini, yang terjadi malah pembagian posisi yang sangat kental nuansa Jawa. Pada kota Jawa biasanya letak pusat pemerintahan menghadap ke utara dan terdapat sebuah alun-alun di depannya.
Pada perkembangannya, alun-alun yang berada di depan masjid Jami' ternyata benar-benar menjadi tempat yang dimanfaatkan sepenuhnya oleh rakyat. Pada masa lalu, sangat banyak penjual yang berhenti dan menjajakan dagangan mereka di alun-alun tersebut bahkan hingga beberapa saat yang lalu hal itu masih terus terjadi.
Sedangkan alun-alun bunder sendiri, walau saat ini juga merupakan salah satu tempat yang sangat disukai untuk menghabiskan waktu, lebih menampilkan nuansa pemerintahan dan wibawa dari kota.
Pengaruh Belanda yang sangat kuat dalam menduduki kota Malang pada masa lalu menjadikannya sedikit berbeda dari kota-kota lain di Jawa dan memiliki dua alun-alun. Seratus tahun berlalu sejak Malang mulai berdiri dan kedua alun-alun tersebut tetap menjadi sebuah taman dan tanah lapang yang disukai rakyat.