1. MALANG
  2. KABAR MALANG

Mahasiswa UB Malang bikin tas cerdas untuk penderita asma

Sekelompok mahasiswa ini temukan cara unik deteksi kambuhnya asma lebih awal, intip yuk!

© 2016 merdeka.com/Darmadi Sasongko. ©2016 Merdeka.com Reporter : Siti Rutmawati | Jum'at, 03 Juni 2016 15:21

Merdeka.com, Malang - Sebuah terobosan di bidang teknologi datang dari mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang. Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam tim penelitian ini merakit sebuah alat yang dinamakan Sanbav. Alat ini mampu mendeteksi kondisi lingkungan yang menjadi pemicu kambuhnya sesak napas.

Sanbav dirakit oleh tim peneliti dari gabungan mahasiswa Universitas Brawijaya dari berbagai jurusan. Sebut saja Muhammad Nur Azis (Teknik Mesin), Mohammad Efendi Sofyan (Teknik Mesin), Shofia Medina Samara (Pendidikan Dokter), Aisyah Nurul Amalia (Pendidikan Dokter) dan Nardo Golan (Teknik Elektro).

Sanbav UB
© 2016 merdeka.com/Darmadi Sasongko

Kelima mahasiswa ini melakukan penelitian di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rudy Soenoko, M.Eng.Sc dibantu dokter spesialis paru dr. Ungky Agus S., Sp.P dan Dr. Susanti Djajalaksana, Sp.P(K).

Tentang Sanbav
Sanbav dibuat dalam bentuk yang praktis, dengan dikemas dala, satu paket tas sehingga mudah dibawa kemana pun. Tas ini terhubung langsung dengan android di smartphone, sehingga penderita dapat mengambil solusi pencegahan lebih awal. Tak heran jika alat pendeteksi ini dinamakan dengan Smart Android Bag for Asthma Prevention, yang disingkat Sanbav.

Sanbav UB
© 2016 merdeka.com/Darmadi Sasongko

Seperti yang dilansir melalui merdeka.com, Shofia, anggota Tim Sanbav di Universitas Brawijaya menjelaskan tentang parameter penyebab kambuhnya asma. "Ada empat parameter utama lingkungan yang dapat menyebabkan asma kambuh. Parameter itu antara lain suhu, kelembapan, partikel debu dan partikel gas," kata Shofia, Jumat (3/6).

Shofia menambahkan bahwa kebanyakan penyebab asma adalah suhu dingin, sekitar 20 derajat celsius. Semakin tinggi kelembapan udara akan lebih mudah memunculkan kekambuhan asma, yakni sekitar 60-70 persen kelembapan.

Sementara untuk faktor gas dan debu, lebih banyak dicetuskan oleh gas CO2 dan debu berukuran kurang dari 5 mikron yang mencemari lingkungan. Penderita akan dengan mudah mengalami sesak dalam lingkungan dengan kondisi seperti tersebut di atas.

"Jadi sesungguhnya dari pencetus asma sampai asma kambuh ada beberapa rentang waktu. Di jarak waktu itu pengidap bisa berpindah dari lingkungan berbahaya atau menggunakan alat prevensi seperti masker dan inhaler," tambah Aisyah,.

Ide pembuatan Sandav
Muhammad Nur Aziz selaku ketua tim mengungkapkan bahwa Sanbav terinspirasi dari para orang-orang yang terganggu aktivitasnya karena menderita asma. Sedangkan, salah satu penyebab utama asma adalah lingkungan. Sementara, belum ada alat deteksi yang secara cepat memberikan informasi terkait dengan kambuhnya asma tersebut.

"Kita mencari solusi mendeteksi kondisi lingkungan, berupa alat yang dibentuk menjadi sebuah tas agar mudah dipakai dan tidak menggangu pengguna," ujar Azis.

Cara kerja Sanbav
Aziz menjelaskan secara singkat mengenai cara kerja Sanbav. Pertama, tas Sanbav terkoneksi dengan android melalui bluetooth. Begitu diaktifkan, aplikasi di Android akan menampilkan parameter-parameter pencetus asma dengan nilai tertentu. Aplikasi ini nantinya bisa didapatkan pada Google PlayStore.

Ketika angka yang ditampilkan pada aplikasi keluar dari parameter normal, maka akan muncul sinyal kondisi bahaya dan muncul instruksi untuk penggunanya. Misalnya, pengguna dianjurkan untuk menghindari lokasi ketika temperatur terlalu rendah ataupun memakai masker ketika lingkungan terkontaminasi partikel debu.

Sanbav bisa dikalibrasi sesuai kebutuhan pengguna. Karena setiap pengidap asma masing-masing memiliki riwayat tersendiri. Sementara standar parameter Sanbav diatur memakai data rata-rata yang paling valid.

"Jadi bisa memasukkan secara manual data parameter pencetus asma masing-masing individu yang disesuaikan dengan kondisi aktual pengguna. Jadi alat kita tidak kaku, bisa dikalibrasi menyesuaikan dengan kondisi pengguna masing-masing," tegas Aziz.

Nardo, anggota tim yang menangani pembuatan aplikasi menambahkan, alat tersebut juga dilengkapi guide book. Di dalamnya terdapat literatur lengkap berdasarkan referensi kedokteran yang terbaru dan teraktual.

Soal biaya, alat yang diriset sejak tahun 2014 itu menghabiskan dana sebesar Rp 1,5 juta. Namun untuk dikomersilkan masih bisa didapatkan harga yang lebih murah.

"Rencananya dipasang alarm, voice dan LCD. Diharapkan ke depan ketika tas tidak terkoneksi dengan android masih bisa berfungsi sebagai peringatan. Biar nanti pengguna tidak terbatas untuk orang normal, tetapi orang dengan cacat fisik masih bisa memakai," kata anggota tim lainnya Sofyan.

PILIHAN EDITOR

(SR)
  1. Pendidikan
  2. Kampus
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA