1. MALANG
  2. KABAR MALANG

Hasil riset UB, permukaan wilayah Malang bagian selatan turun 3 meter

Filkom UB menunjukkan, permukaan tanah wilayah Malang Raya bagian selatan mengalami penurunan 3 meter dalam 3 tahun terakhir.

©2018 Merdeka.com Editor : Rizky Wahyu Permana | Contributor : Darmadi Sasongko | Selasa, 16 Oktober 2018 08:02

Merdeka.com, Malang - Hasil pengamatan kelompok Riset Geoinformatika, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (Filkom UB) menunjukkan, permukaan tanah wilayah Malang Raya bagian selatan mengalami penurunan 3 meter dalam 3 tahun terakhir. Data tersebut dikumpulkan dalam periode 2015-2018 dan menunjukkan penurunan vertikal satu meter setiap tahun.

Fatwa Ramdani, Ketua grup Riset mengungkapkan, analisis pergerakan vertikal dari wilayah Malang Raya dan sekitarnya tersebut berbasis data satelit radar (Sentinel-1) milik Uni Eropa. Pendekatan yang digunakan adalah Differensial Interferogram Synthetic Aperture Radar (DinSAR), untuk mengetahui perubahan vertikal dari permukaan muka tanah.

"Wilayah Malang Raya Selatan dan sekitarnya mengalami penurunan muka tanah yang signifikan dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu hampir 3 meter. Sedangkan wilayah tengah dan utara tidak mengalami perubahan yang signifikan," kata Fatwa Ramdani di Universitas Brawijaya Malang, Kamis (11/10).

Sebaliknya, wilayah paling utara, seperti Surabaya dan Pulau Madura mengalami kenaikan muka tanah sekitar 3 sentimeter. Sementara aktivitas lempeng Australia terus bergerak mendorong ke arah utara menuju selatan Pulau Jawa, bergerak sekitar 71 mm per tahun.

"Hal ini terlihat kecil, namun dampaknya ternyata sangat besar pada penurunan muka tanah," katanya.

Kondisi itu menunjukkan pada masyarakat Malang Raya selatan dan sekitarnya, perlu mempertimbangkan struktur bangunan yang tahan terhadap perubahan penurunan muka tanah yang signifikan tersebut. Agar nantinya tidak mengalami kerugian baik materil maupun non-materil yang besar.

Fatwa juga mengatakan, pada wilayah tengah dan utara dari Malang Raya perlu memperhatikan pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan. Pertumbuhan yang tidak terkontrol akan mendatangkan bencana seperti banjir dan longsor pada musim penghujan.

"Analisis sementara kami menunjukkan bahwa selama 20 tahun terakhir Kota Malang dan Batu tumbuh sangat cepat," tegasnya.

Sementara itu, Musripan, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Karangkates Malang mengatakan, implementasi penelitian tersebut harus dihargai, dan dampak penurunan tanah tersebut harus diwaspadai. Kendati penurunan itu sendiri belum diketahui dampaknya secara pasti.

"Kita harus hargai, kemudian dampaknya nanti apa kalau penurunan tanah tersebut kita juga belum tahu. Yang sudah pasti dengan adanya tumbukan lempeng tektonik yang selatan Malang itu yang harus kita waspadai," katanya.

Musripan menegaskan, kewaspadaan yang harus dilakukan bersifat mengantisipasi bilamana terjadi sebuah gempa yang cukup kuat. Bentuk kewaspadaan itu bisa dari sisi struktur bangunan yang lebih kokoh dan pendidikan seputar kegempaan yang harus dikuasai oleh masyarakat.

"Contoh rumah yang kita tempati harus kuat strukturnya supaya kalau ada gempa tidak roboh dan penghuni aman, lindungi kepala bila terjadi gempa, berlindung di bawah meja, berlindung di pojokan rumah kalau kita enggak bisa keluar, setelah bisa berdiri keluar dengan cepat sambil kepala bagian belakang kita lindungi. Untuk yang berada di bibir pantai segera meninggalkan rumah ke arah yang lebih tinggi, kalau gempanya besar dan potensi tsunami," jelasnya.

Kata Musrifan, penduduk wilayah Malang Raya yang berada tidak jauh dari pertemuan lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia dinilai masih minim edukasi tentang mitigasi bencana.

"Solusinya ya sering diadakan sosialisasi tentang mitigasi tersebut," tegasnya.

PILIHAN EDITOR

(RWP) Laporan: Darmadi Sasongko
  1. Universitas Brawijaya
  2. Bencana Alam
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA