Tentang kawasan Celaket (Tjelaket), bermula dari sebuah Bouwplan I hingga jadi kampung orang Eropa (Oranjebuuurt).
Merdeka.com, Malang - Bangunan bersejarah peninggalan Belanda memang menjadi salah satu pesona yang memikat dari kota Malang. Sederetan bangunan tua masih berdiri gagah, meskipun tak sedikit bangunan yang hanya tinggal kenangan.
Tersebar di beberapa titik di kota Malang, beberapa bangunan tua nan bersejarah masih dapat disaksikan hingga kini. Salah satunya terdapat di kawasan Celaket atau Tjelaket. Beberapa bangunan kuno peninggalan Belanda di kawasan Celaket masih berdiri hingga kini, meskipun beberapa diantaranya telah mengalami renovasi maupun beralih fungsi. Sebut saja, gedung PLN, Rumah Sakit Saiful Anwar, gedung Frateran School, benteng loji, toko avia, dan jam penunjuk arah (depan gedung PLN).
Malang sebagai Gemeente 1914
Tahun 1914, Malang resmi menjadi sebuah Gemeente atau pemerintah kota. Semenjak itu, bidang pembangunan perumahan menjadi salah satu kerumitan yang tak bisa di abaikan. Permintaan tanah bagi perumahan warga Eropa mulai berdatangan.
Namun, Gemeente memahami bahwa pembangunan tak bisa dilakukan secara asal, karena akan berpengaruh pada perkembangan kota yang tak berimbang. Mendirikan sebuah perusahan pertanahan menjadi solusi bagi Gemeente untuk menjaga spekulasi tanah sekaligus mengendalikan pertumbuhan kota.
Pembangunan kota 1914-1915
Tak hanya berkutat pada persoalan tanah, selama dua tahun semenjak berdiri, Gemeente beralih fokus pada pembangunan sarana dan prasarana. Sebut saja, Gemeente mulai membangun penyedia air bersih, listrik, dan lainnya.
Penyediaan air bersih bagi warga kota Malang yang mulai dibuka 1 Agustus 1915. Tak berselang lama, Gemeente pun mendirikan Javasche Bank, tepatnya tanggal 1 Desember 1915. Javasche Bank merupakan bank pertama dan satu-satunya bank di Malang kala itu. Bank tersebut di bangun di sebelah Utara Alun-Alun.
Tak hanya bank, di sebelah Tenggara Alun-Alun pun dibangun hotel Jansen & Jensen, pada tahun yang sama. Lokasi bangunan hotel Jansen & Jensen yang kemudian menjadi Palace Hotel tahun 1915. Palace Hotel kini dikenal dengan nama Hotel Pelangi.
Lahirnya Bouwplan I, lahirnya Oranjebuurt, 1916-1918
Gemeenteraad (dewan kota), melalui rapat tanggal 13 April 1916 memutuskan untuk membangun perumahan bagi orang Eropa di kawasan antara Celaket dan Rampal. Keputusan tersebut ditetapkan dengan pertimbangan untuk menanggulangi perkembangan kota yang menjurus ke arah Utara, tepatnya arah menuju Surabaya. Rencana tersebut kemudian dikenal dengan nama Bouwplan I.
Rencana Bouwplan I mulai dilaksanakan pada 18 Mei 1917 di area seluas 12.939 meter persegi. Rencana Bouwplan I merupakan rencana pembangunan perumahan baru bagi orang-orang Eropa di Malang kala itu. Daerah perumahan baru tersebut dinamakan Oranjebuurt (daerah oranye).
Belum genap setahun pembangunan, Oranjebuurt sudah siap dan mulai dihuni, tepatnya pada Februari 1918. Seolah semakin mengentalkan nuansa perumahan Eropa, nama-nama jalan di kawasan Oranjebuurt menggunakan nama-nama anggota keluarga Kerajaan Belanda. Sebut saja, Wilhelmina straat (sekarang Jl. Dr Cipto), Juliana straat (sekarang Jl. RA Kartini), Emma straat (sekarang Jl. dr Sutomo), Willem straat (sekarang Jl. Diponegoro), Maurits straat (sekarang Jl. MH Thamrin), dan Sophia straat (sekarang Jl. Cokroaminoto).
Lantaran lokasinya yang strategis, perumahan yang berada di antara jalan celaket dan jalan rampal tersebut segera terisi penuh oleh orang-orang Eropa. Daerah tersebut berlokasi tidak jauh dari jalan utama yang menghubungkan Malang-Surabaya, serta tak jauh dari stasiun kereta api yang terletak di Stasiunweg (jalan stasiun).