Bambang 'Paimo' Hertadi Mas merupakan salah satu Arek Malang yang pernah bertualang lintasi lima benua dengan mengayuh sepeda.
Merdeka.com, Malang - Bagi para penjelajah terutama pesepeda jarak jauh, nama Bambang 'Paimo' Hertadi Mas bukanlah sebuah nama yang asing. Pria asal Malang yang tinggal di Bandung ini merupakan salah satu pesepeda senior yang telah bersepeda melintasi lima benua dan bahkan pernah mendaki beberapa puncak gunung dengan mengayuh sepeda.
Dalam buku terbarunya yang berjudul "Bersepeda Melintasi Benua, Merambah Dunia", Paimo menjelaskan mengenai awal kecintaanya bertualang berdasar pada kebiasannya bergiat di alam terbuka dengan almarhum bapaknya, M. Oerip Sosroamiseno. Sejak kecil dia sudah sering diajak berburu, berpiknik, dan berkemah di alam bebas. Untuk sepeda sendiri, dia pertama kali dibelikan sepeda pada usia 10 tahun.
"Tepat pada hari ulang tahun saya ke-10, Bapak membelikan sebuah sepeda," tulis Paimo.
Dengan berbekal sepeda itu sejak kecil dia mulai bersepeda keliling kota Malang ketika masih SD. Seiring waktu, jangkauannya untuk bersepeda semakin jauh. Pada awal tahun 1970-an saja dia sudah bersepeda ke beberapa kota lain di sekitar Malang seperti Pasuruan, Blitar, Tulungagung, Pare, dan Kediri.
Karena jarak perjalanannya yang cukup jauh, pada waktu itu sering dia bersepeda jauh tanpa sepengetahuan ibunya untuk menghindari kecemasan serta amukan. Namun pada akhirnya dia selalu ketahuan oleh ibunya dan mendapat amukan.
salah satu orang yang menimbulkan hasrat bersepeda dari Paimo adalah kaka sulungnya, almarhum Arum Sudibyo Mas. Paimo bercerita bahwa pada masa itu kakaknya sering bersepeda bersama teman-temannya sekaligus berburu burung dan tupai ke tempat yang jauh. Hal itu lah yang membuat Paimo menjadi penasaran dan ingin melakukan hal yang sama.
Menginjak SMA, kota-kota tetangga sudah tidak lagi jadi tujuannya. Dia mulai mengayuh sepedanya ke provinsi lain seperti Jawa Tengah dan Bali setiap liburan panjang. Sepeda yang digunakannya masih tetap sepeda yang dibelikan oleh bapaknya ketika dia berusia 10 tahun.
Ketika berkuliah di ITB, sepeda semakin lekat dengan kehidupan Paimo karena merupakan transportasi utamanya untuk kuliah dan berpergian. Pada saat kuliah ini, setelah sempat ditemani sekian lama oleh sepeda masa kecilnya, Paimo akhirnya menggantinya dengan sepeda balap buatan Cekoslovakia yang dibangun dan dilengkapinya sendiri.
Dengan sepeda itu, dia mengayuh sejauh lebih dari 1500 kilometer dari Bandung ke Sumbawa Besar. Lulus dari perguruan tinggi, Paimo mulai melirik luar negeri sebagai tujuan kayuhannya.
Paimo telah berhasil melintasi benua Afrika dan Amerika serta melewati berbagai tempat-tempat di dunia seperti tembok besar China dan bahkan hingga Himalaya.
Sepeda yang digunakan Paimo juga dapat dibilang cukup unik karena sudah cukup tua dan dirangkainya sendiri agar dapat melewati berbagai medan. Sepeda ini telah digunakannya sejak tahun 1990 dan dilengkapi dengan berbagai rak untuk membawa barang. Hingga saat ini sepeda tersebut diakuinya telah menempuh lebih dari 20.000 kilometer.
"Sepeda yang saya juluki Viento de Atacama (Angin dari Atacama) tersebut telah menempuh lebih dari 20.000 kilometer menjelajah kawasan Amerika Latin, Asia Tenggara, dan Eropa, New Zealand, dan lain-lain," tulis Paimo.
Uniknya beberapa perjalanan yang dilakukan Paimo ini dibiayai dengan cara yang tak umum. Dia memanfaatkan penjualan dari pin sebagai modalnya untuk melakukan perjalanan. Bahkan dia pernah melakukan perjalanan yang sepenuhnya dibiayai dari penjualan pin.
"Dan ketika saya berkelana dengan sepeda menjelajah benua Australia pada 1995, seluruh perjalanan tersebut benar-benar dibiayai oleh hasil jerih payah saya membuat dan menjual pin," jelas Paimo.
Hingga 2016 ini, Paimo telah mendaki 67 gunung dan 11 di antaranya berhasil diselesaikan dengan mengayuh dan memanggul sepedanya. Bahkan dia telah berhasil melintasi lima benua dengan bersepeda. Hingga di usianya yang lebih dari setengah abad ini, Paimo tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti mengayuh sepedanya dan masih terus berpetualang.