1. MALANG
  2. KABAR MALANG

Steve Christian: Emtek, SCTV, Indosiar dan KLY netral di Pemilu 2019

CEO Kapanlagi Youniverse, Steve Christian menegaskan, Emtek dengan seluruh anak perusahannya mengambil sikap netral dalam Pemilu 2019.

©2018 Merdeka.com Reporter : Muhammad Hasits | Contributor : Darmadi Sasongko | Sabtu, 29 September 2018 18:21
CEO Kapanlagi Youniverse, Steve Christian menegaskan, Emtek dengan seluruh anak perusahannya mengambil sikap netral dalam Pemilu 2019. Perusahaan medianya tidak akan mengarahkan pemikiran masyarakat untuk tujuan kelompok tertentu, termasuk politik praktis. 
 
"Itu yang bahaya. Dulu salah satu stasiun televisi tidak netral, membela kelompok tertentu. Kita di Emtek, SCTV, Indosiar dan KLY, semua yang ada digrup, memilih netral. Kita mau supaya kita bisa memberitakan yang benar, itu yang kita cari. Karena buat kita, kita bukan mau membela kelompok orang lain," kata Steve Christian di EMTEK Goes to Campus 2018 di Universitas Muhammadiyah Malang(UMM), Kamis (27/9).
 
"Kita hanya mau ada di industri ini untuk memberitakan sesuatu yang benar, kita mendapatkan penghasilan untuk biaya operasional untuk memberi penghasilan semua orang di perusahaan ini. Kalau kita mau pakai power itu bisa, tapi kita tidak mau makai itu," sambungnya.
 
Pernyataan Steve disampaikan saat sesi tanya jawab tentang opini media sebesar KLY yang dapat mempengaruhi pikiran masyarakat. Kata Steve, sebuah berita atau pesan tidak bisa dibantah sangat mungkin mempengaruhi orang lain.
 
Namun Steve, dalam presentasinya, juga menyampaikan adanya pergeseran velue sebuah headline news. Kata Steve, headline atau halaman depan media cetak di masa lalu nyaris sama satu media dengan yang lain.
 
"Karena memang dipikirkan oleh pemikir-pemikir media, orang-orang yang tahu dan bekerja di media. Karena pendidikan mereka sama, sudut pandang sama, kepentingan sama untuk kepentingan bersama. Kira-kira headline itu mirip," jelasnya.
 
"Tapi hari ini, tidak seperti itu. Headline turun valuenya. Kita cenderung membaca berita yang bombastis dibanding yang punya publik interest. Jadi kita lebih tidak tahu apa yang terjadi," katanya.
 
Kata Steve, perkembangan dunia informasi yang diawali dari koran atau media cetak sebelum kemudian bergeser radio, televisi dan situs berita internet. Semua berita dibuat oleh para profesional yakni jurnalis yang menekuni bidangnya yang mengetahui etika memberitakan suatu peristiwa.
 
Namun bersamaan muncul personal yang aktif di media sosial seperti Instagram,Facebook dengan membuat konten sendiri dengan berbagai latar belakang dan sudut pandang.
 
"Konten yang Profesional dan Personel sudah mix jadi satu. Nah yang personal ini akan sulit sekali dipertanggungjawabkan. Tinggal kita mau percaya yang mana," terangnya.
 
Hari ini, kata Steve, peran media semakin berkurang, karena munculnya media-media lain yang dibuat oleh orang-orang atau personal. Media itu dibuat bukan oleh profesional yang tujuannya praktis, yakni mempengaruhi teman-temannya.
 
"Kita lihat sekarang, berapa banyak komen di media itu. Kebanyakan komen itu dipakai untuk kepentingan tertentu, mereka tulis komen sebanyak-banyaknya untuk mencaci maki orang lain. Ya itu tujuannya apa? Kalau ada komen yang menyerang Pak Jokowi tentu tujuannya untuk memenangkan yang sebelah, kalau ada orang yang mencela Pak Prabowo tentu jelas tujuannya untuk memenangkan yang sebelah, selalu seperti begitu," jelasnya.
 
"Ini yang kita lihat dengan kejadian di AS, power sosial media sedemikian besarnya, kalau kita tidak bertanggung jawab menggunakannya bisa fatal," pungkasnya. 
 
(RWP) Laporan: Darmadi Sasongko
  1. Politik
  2. Universitas Muhammadiyah Malang
  3. EMTEK
  4. KLY
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA