Saat jualan tak habis, kedua pria difabel ini tak pulang dan memilih tidur diemperan.
Merdeka.com, Malang - Dua difabel penjual kerupuk di Malang, Sugeng Wahyudi dan Agung Widyantono tidak akan pulang bila dagangan kerupuknya belum habis terjual. Keduanya terbiasa bermalam di pinggiran jalan atau ruko yang dirasa aman.
"Sering kita tidak pulang, tapi ini saya baru sakit. Nanti kalau sudah capek ya putar balik ke Malang saja," kata Agung yang diamini Sugeng, saat ditemui tengah menyusuri jalanan di desa Kebonagung, kecamatan Pakisaji, kabupaten Malang, Selasa (27/2).
Sugeng dan Agung sama-sama penyandang difabel yang sehari-hari berjualan kerupuk dengan berjalan puluhan kilometer di atas kursi roda. Semangatnya melebihi orang kebanyakan demi mendapatkan nafkah sehari-hari.
"Kemarin baru sakit, sekarang sedang kumpul-kumpul uang lagi," tambahnya.
Sugeng mengalami kebutaan, sementara Agung menderita kelumpuhan. Keduanya berangkat dari rumah, tempat tinggalnya di kawasan Bandulan, kota Malang.
Mereka menyusuri jalanan menuju arah Kepanjen, kabupaten Malang. Tidak peduli panas dan asap kendaraan yang melintas dan mendahului perjalanannya.
"Jalan terus nanti sampai Kepanjen, terus ke arah Slorok," tegasnya.
Jarak antara Bandulan, Kepanjen dan Slorok diperkirakan lebih dari 50 kilometer, ditempuh dengan berjalan kaki. Agus duduk di kursi roda sementara Sugeng mendorongnya.
Sesekali terlihat perjalanan mereka membuat orang yang melihatnya khawatir. Apalagi jalan yang dilalui merupakan jalan provinsi yang kerap dilalui kendaraan besar.
Tetapi demi keamanan dan keselamatannya, kursi roda yang digunakan dilengkapi dengan stick light yang dinyalakan saat malam hari. Selain itu juga dilengkapi bel sepeda dan klakson kecil di setir kursi roda.
Setiap berjualan keduanya juga melengkapi diri dengan jaket dan topi. Walaupun Sugeng yang mendorong kursi roda terlihat hanya melapisi kakinya dengan sendal jepit.
"Silakan kalau punya waktu, mampir ke Bandulan, nanti bisa ngobrol lebih lama," kata Sugeng.