1. MALANG
  2. GAYA HIDUP

Tak ada pasir di samping Pom mini

Pom mini hadir tanpa dilengkapi alat dan prosedur keamanan yang jelas dan dapat membahayakan pembeli serta penjual.

©2017 Merdeka.com Reporter : Rizky Wahyu Permana | Minggu, 08 Januari 2017 00:17

Merdeka.com, Malang - Secara tampilan, dispenser yang digunakan baik warna dan modelnya tak berbeda jauh dengan yang biasa ditemui di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Bahkan selang dan nozzle yang digunakan juga identik, hanya saja warna kuning tak digunakan untuk mengalirkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium melainkan pertalite.

Kejanggalan akan muncul ketika melihat lokasi meletakkannya yang hanya ada di pelataran rumah. Belum lagi penjualnya yang tidak berseragam merah seperti layaknya di SPBU melainkan hanya menggunakan kaus, celana pendek, dan sandal seadanya saja.

Tentu saja pemandangan seperti ini tidak didapati di SPBU-SPBU yang dimiliki oleh Pertamina ataupun perusahaan minyak lainnya. Pemandangan ini lah yang didapat dari Pom mini, istilah yang lazim digunakan untuk penjual bensin eceran yang telah menggunakan mesin dispenser layaknya di SPBU.

Tampilan visual yang sedikit berbeda tadi mungkin akan terasa menganggu dan mengganjal ketika membeli bensin eceran. Namun sesungguhnya terdapat satu hal lagi yang jelas paling menganggu dan sangat berbahaya dari penjual bensin eceran di pom mini ini.

Tidak adanya standard keamanan yang jelas serta alat-alat pendukungnya menyebabkan situasinya bisa sangat berbahaya bagi pom mini ini. Tidak ada alat pemadam kebakaran yang standard dan jamak ditemui serta tidak ada tumpukan pasir di drum yang biasanya berada tak jauh dari dispenser BBM di SPBU. Seluruh alat tersebut merupakan peralatan standard yang biasa menyertai dan menjaga pembeli dari berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi.

Tidak adanya standard keamanan ini bukannya tidak menjadi perhatian bagi banyak pihak. Dilansir dari Merdeka.com, pada 28 april 2016, Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengatakan menolak keberadaan pom mini ini yang pada saat itu masih lazim menggunakan nama pertamini.

Selain karena peniruan nama, salah satu penyebab penolakan ini adalah karena tidak adanya standard keamanan yang jelas dari para penjual ini.

"Dan, paling penting mereka berjualan dengan tidak menggunakan standar safety yang berlaku di dunia migas," kata Wianda Pusponegoro.

Berbulan-bulan sejak pernyataan itu dikeluarkan, pom mini hingga sekarang masih belum memiliki standard keamanan yang jelas. Namun hal ini tidak membuat para pembelinya menjadi jeri dan takut ketika membeli BBM. Beruntung hingga saat ini masih belum banyak kasus yang terjadi akibat kelalaian prosedur keamanan ini. Namun alangkah baiknya jika selain perangkat dispenser itu, penjual juga melengkapi lapak mereka dengan beragam alat keamanan standard untuk menjamin kemanan pembeli.

PILIHAN EDITOR

(RWP)
  1. Malang dalam Cerita
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA