Minyak goreng berbahan serangga karya mahasiswa Universitas Brawijaya memenangi kompetisi pangan dunia di Zurich, Swiss.
Merdeka.com, Malang - Minyak goreng (Palm oil) berbahan serangga karya mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) mengharumkan nama bangsa di dunia internasional. Karya berjudul 'Biteback, Insect Mineral Oil' memenangi kompetisi pangan dunia, Thought for Food Challenge (TFF Challenge) di Zurich, Swiss.
Keempat mahasiswa penemu Biteback adalah Musyaroh (TIP 2013), Mushab (TIP 2012), Anik Haryanti (TIP 2013) dan Mohammad Ifdhol (TIP 2012). Mereka adalah mahasiswa jurusan Teknologi Industri Pertanian (TIP) Fakultas Teknologi Pertanian (FTP Universitas Brawijaya).
Biteback sendiri merupakan product yang digagas untuk mengatasi salah satu masalah pangan dunia di tahun 2050. Karya itu berhasil mengantongi runner up dalam kompetisi yang berlangsung 1-2 April 2016 lalu.
"Biteback kami buat sebagai pengganti Palm Oil sekaligus berfungsi untuk mengatasi anemia dan kekurangan zat besi," tutur Musyaroh di Malang, Minggu (3/4).
Palm Oil selama ini berbahan dari kelapa sawit yang proses pengadaannya banyak menimbulkan masalah turunan, seperti kebakaran hutan, polusi udara dan kebutuhan lahan yang makin menyempit. Ongkos produksinya sangat tinggi dan terus meningkat.
Sementara Biteback merupakan hasil olahan dari larva serangga. Serangga relatif lebih murah dan mudah didapatkan, dibandingkan kelapa sawit. Serangga juga mempunyai kandungan nutrisi yang lebih tinggi.
Berdasarkan penelitian, larva serangga kaya akan zat besi, omega-3 dan omega-6. Kandungan tersebut terbukti berkasiat untuk anemia.
"Serangga yang kami pilih berjenis kumbang mealworm. Serangga ini memiliki daur hidup yang cukup cepat. Proses budidaya serangga ini juga tidak membutuhkan biaya mahal, relatif mudah dan tidak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar tiga puluh hari," urainya.
Dalam masa tiga puluh hari, larvanya sudah bisa dipergunakan untuk menghasilkan minyak di mana 31 ton larva dapat menghasilkan 21% minyak goreng siap pakai. Minyak goreng yang dihasilkan berjenis tak jenuh yang lebih baik bagi kesehatan manusia.
TFF Challenge sendiri merupakan kompetisi business plan tentang masalah pangan dunia di tahun 2050 dengan motto Develop Breakthrough Ideas to feed 9 billion people. Kompetisi tersebut digelar sejak 2011, diikuti dari berbagai negara di dunia.
Selain Musyaroh dan kawan-kawan, Indonesia juga berhasil meloloskan Tim dari Universitas Indonesia ke final TFF Challenge 2016. Mereka berhasil menyisihkan 416 tim dari 105 negara dan maju sebagai finalis bersama delapan tim lainnya dari Amerika Serikat, Brazil, India, Uganda, Kenya, United Kingdom dan Perancis.
Sebagai runner up TFF Challenge 2016, Tim Biteback berhak membawa pulang U$5.000 sebagai investasi awal dan berkesempatan mewujudkan program temuannya. Sementara pemenang TFF Challenge 2016 adalah Tim Kulisha asal University of Michigan, USA yang berhak grand prize U$10.000.
Reporter : Darmadi Sasongko