Afi Nihaya mengaku bahwa dia bukan berasal dari keluarga berada dan menuliskan pendapatnya melalui HP seharga Rp 600.000.
Merdeka.com, Malang - Nama Asa Firda Inayah (19), pemilik akun Facebook Afi Nihaya Faradisa belakangan ini ramai diperbincangkan. Salah satunya karena tulisannya berjudul Warisan yang diunggah di Facebook dan dibagikan ribuan kali. Tulisan itu pada intinya berisi pesan damai menghargai perbedaan untuk sebagai salah satu cara menangkal radikalisme dan ekstremisme yang berpotensi menghancurkan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Radikal dan ekstremisme mulai masuk dari ranah yang sama sekali tidak terduga, yakni ranah pendidikan. Mulai kita lihat benih-benih radikalisme, benih-benih anti-NKRI disisipkan dalam kajian-kajian religi dan realita itu bisa kita lihat di berbagai tingkat pendidikan di Indonesia," kata Asa Firda Inayah di Malang, Sabtu (20/5).
Afi menceritakan, tulisannya itu berangkat dari keprihatinan akan kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang mudah tersulut api amarah. Perbedaan keras dijadikan alat untuk provokasi hingga mengikis toleransi.
"Indonesia yang sangat beragam, tentunya dituntut memiliki toleransi yang tinggi terhadap keragaman tersebut," tegas remaja kelahiran 27 Juli 1998 itu.
Afi mengajak mencintai negeri ini dengan menjaga semangat perbedaan yang sudah diwariskan dari leluhur. Pesan itulah yang ditulis Afi di media sosialnya.
"Saya menulis itu (Warisan), di akun facebook sekitar seminggu lalu. Sekarang sudah disukai sekitar 80.000-90.000 orang dan sudah dibagikan oleh 50.000 orang. Saya mencintai NKRI, dan saya bukan siapa-siapa," katanya.
Afi mengaku bukan datang dari keluarga berada. Ayahnya bekerja sebagai pedagang kaki lima yang berkeliling dari satu sekolah ke sekolah lain. Remaja yang baru saja lulus dari SMA 1 Gambiran, Banyuwangi menulis artikel itu tidak menggunakan komputer jinjing atau telepon genggam mewah. "Saya menulis Warisan yang viral di akun facebook dengan hp seharga Rp 600.000," katanya.
Sikap rendah hatinya sangat terlihat dari alasannya memosting di akun yang bukan nama aslinya. Dia mengaku tidak memiliki niat dan berharap melambungkan namanya.
"Kenapa saya menggunakan nama pena, karena saya tidak mengharap keuntungan dari melambungnya nama," ucapnya.
Alasannya hanya satu, rasa cintanya yang besar terhadap Indonesia. Kecintaannya itu ditumpahkan dalam tulisan Warisan. Dengan nada merendah, Afi mengaku baru sebatas berkontribusi melalui tulisan. "Saya hanya bisa menulis, jika tulisan saya bisa menggugah generasi saya dan orang yang membaca, saya sangat senang," urainya.
Afi menjadi pembicara di sejumlah seminar kebangsaan di Kota Malang. Dia didampingi oleh ayahnya, Imam Suwandi. Sang ayah tidak menyangka banyak orang menyukai tulisan anaknya.
"Anak saya sangat menjaga kondisi kualitas orang tuanya. Orang tuanya hanya lulus STM," kata Suwandi yang mengaku sebagai penjual cilok keliling.