1. MALANG
  2. KABAR MALANG

Wayang potehi, kesenian China yang menyatu dalam hidup Widodo

Wayang Potehi sudah menjadi bagian hidup Widodo. Sekuat tenaga terus dipertahankan, kendati kesenian warisan warga Tionghoa itu berangsur memudar

©2017 Merdeka.com Editor : Siti Rutmawati | Contributor : Darmadi Sasongko | Senin, 30 Januari 2017 11:36

Merdeka.com, Malang - Wayang Potehi atau wayang boneka sarung tangan dipentaskan selama sekitar dua bulan di halaman Klenteng Eng An Kiong, Kota Malang. Secara bersambung, dalang Widodo Santoso (45) dari Gudo, kabupaten Jombang mementaskan cerita sejarah Cina berjudul Hong Kiauw Lie Tan.

Pementasan perjalanan dinasti Tong Tiauw itu digelar setiap hari mulai pukul 15.30 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Pentas yang sama kemudian kembali digelar pukul 19.00 WIB sampai 21.00 WIB.

"Hong Kiauw Lie Tan ini berkisah tentang dinasti Tong Tiauw yang runtuh. Seorang istri selir dan kroninya kemudian berkuasa dengan kejam. Ia membantai sekitar 385 orang marga Sie dengan kejam," kata Widodo di halaman Klenteng Eng An Kiong Kota Malang, Minggu (29/1).

 

Di atas rumah panggung warna merah Widodo beraksi menunjukkan kemahirannya. Rumah dengan lebar 2,5 meter dan panjang 1,5 meter berikut ornamennya itu dilengkapi panggung kecil, tempat wayang-wayang dimainkan. Saat pertunjukan berlangsung, tiga orang pemain musik duduk di belakang dalang dan asistennya yang menghadap penonton.

Dari balik tirai, tangan Widodo terlihat lihai menggerakkan tokoh-tokoh dalam bentuk boneka, dengan dibantu asisten dalang. Sambil menggerakkan boneka, mulutnya tak berhenti mengisi suara agar boneka-boneka tersebut seolah-olah hidup. Sebuah mikrofon menggantung di depannya. Sesekali dia masih harus memainkan alat musik suling.

Wayang Potehi
© 2017 merdeka.com/Darmadi Sasongko

Pria kelahiran Blitar ini dibantu empat orang teman sebagai pemain musik dan asisten dalang. Para pemain musik pengiring harus memiliki beragam kemampuan memainkan alat. Sebab setiap saat harus berganti alat musik.

Sementara asisten dalang harus membantu memainkan wayang, selain menyiapkan wayang yang hendak keluar panggung. Sebuah kotak wayang berada di belakang dalang, sementara boneka tokoh yang hendak dimainkan disampirkan di sebuah kayu yang menggantung.

"Saat wayang yang keluar (panggung) empat, butuh orang lain. Tangan saya kan cuma dua," kata Widodo sambil bergurau.

Widodo sudah hafal kisah-kisah sejarah China yang dimainkan dalam wayang Potehi. Karena sejak 1993, sebelum dia menjadi dalang, Widodo sudah mempelajari dan mendalami kisah sejarah negeri tirai bambu.

"Ada bukunya, tebal dan masih asli. Kemudian saya ringkas ceritanya. Sejak 2011 mulai menjadi dalang, akhirnya hafal semua ceritanya. Kalau lupa, tinggal baca lagi, nama kotanya, nama benteng dan nama-nama tokohnya. Buku aslinya sekarang saya simpan jadi dokumen," kisah Widodo.

Wayang Potehi sudah menjadi bagian hidup Widodo. Sekuat tenaga terus dipertahankan, kendati kesenian warisan asli warga Tionghoa itu berangsur nyaris punah.

Widodo sama sekali tidak memiliki darah keturunan Cina, namun kecintaannya pada Wayang Potehi sudah terpupuk dari usia anak-anak. Ilmu pedalangan diperoleh dari pengaruh (akulturasi) keluarganya dengan Klenteng Poo An Kiong Kota Blitar.

Keluarga Widodo tinggal tidak jauh dari Klenteng Poo An Kiong Kota Blitar. Sejak kecil Widodo kerap diajak menyaksikan Wayang Potehi oleh orang tuanya, begitu pun tetangga dan saudara yang lain. Dia masih ingat ketika pertunjukan dipasang penutup melingkari panggung dan harus memasukkan saweran seikhlasnya di kotak yang disediakan.

Hingga akhirnya, Widodo dipercaya dan memiliki kesempatan belajar mendalang kepada yang bersangkutan. Awalnya hanya mendampingi dan menyiapkan wayang yang akan dipentaskan, tetapi kemudian secara langsung diajari. Widodo hanya duduk di samping sang dalang ketika mementaskan sebuah lakon.

"Kemudian dikasih tahu 'tahun depan kamu ikut keliling ya'. Sejak saat itu mulai belajar serius Wayang Potehi," katanya menirukan Encik Totok, yang dianggapnya sebagai guru utamanya.

Jam terbangnya di dunia pedalangan semakin tinggi setelah mengikuti beragam pementasan. Dia juga semakin mengenali pegawai Klenteng Hong San Kiong Gudo, kabupaten Jombang. Pegawai tersebut yang kemudian dinikahinya pada 2001 dan memberikan satu anak. Kini Wayang Potehi sudah menjadi bagian hidup yang memberinya nafkah penghidupan. Karena Wayang Potehi, hampir seluruh Indonesia dijelajahi termasuk Malaysia, Tiongkok dan Taiwan.

"Saya pernah pentas di Pondok Pesantren Tebuireng, di Gereja diajak ke Malaysia, Taiwan dan China," katanya.

 

PILIHAN EDITOR

(SR) Laporan: Darmadi Sasongko
  1. Inspiratif
  2. Imlek 2017
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA