Rumah hantu yang ada di Festival Kampung Cempluk ini merupakan salah satu lokasi favorit bagi anak-anak dan selalu ada tiap tahunnya.
Merdeka.com, Malang - Pelaksanan hari kedua Festival Kampung Cempluk berlangsung dengan cukup meriah pada rabu (21/9). Mengangkat tema Cempluk Bersastra untuk gelaran hari kedua ini, berbagai panggung yang dihadirkan menampilkan beberapa kelompok yang menampilkan olah gerak dalam bentuk teaterikal.
Salah satunya adalah kelompok Teater Komunitas yang tampil di panggung Panji Asmara Bangun yang terletak di wilayah RW 2 atau tepatnya di dalam Kampung Cempluk. Menampilkan kritik terhadap masifnya penggunaan sosial media saat ini, kelompok tersebut menampilkannya dalam gerak dan dialog yang cukup simbolis dan menarik. Walaupun butuh waktu untuk memahaminya, namun penonton yang sebagian besar masyarakat sekitar tetap memberi sambutan positif terhadap penampilan kelompok tersebut.
Selain panggung pertunjukkan, berbagai stan makanan dan penjual lainnya yang ada di festival tersebut juga diminati banyak pengunjung. Banyak dari mereka datang yang datang ke festival tersebut untuk mencari berbagai makanan tradisional yang tak dapat mereka temui secara mudah belakangan ini.
Namun salah satu yang paling mencuri perhatian dan mampu menyedot perhatian banyak orang adalah kehadiran Rumah Hantu yang ada di Festival Kampung Cempluk ini. Dari jauh ketika melewati lokasi rumah hantu ini, maka kita sudah akan mendengar suara-suara mengerikan seperti tawa seram kuntilanak atau teriakan. Namun anehnya, di depan rumah yang terlihat seram tersebut terlihat banyak anak kecil yang bergerombol.
Bangunan ini sendiri dari luar tampak seperti rumah lama yang dibuat dari bambu dengan lampu yang sedikit remang-remang. Hal itu tentu terlihat cukup aneh karena lokasinya yang berada di antara rumah-rumah di sekitarnya yang dibangun dengan semen dan bata. Model rumah yang klasik ini memang sengaja dibuat seperti itu oleh Satuin, pembuatnya.
"Jadi tahun ini konsep rumah hantunya kita buat seperti yang kuno-kuno begini mengikuti selera orang sekarang," tuturnya.
Satuin sendiri, setiap tahun rutin membuat rumah hantu seperti ini. Tercatat sejak gelaran kedua kampung Cempluk pada tahun 2010, dia bersama saudara-saudaranya sudah membuat rumah hantu ini untuk memeriahkan acara tersebut. Tiap tahun pun, konsep rumah hantu yang diusungnya selalu berbeda.
Uniknya, rumah hantunya ini selalu dibuatnya dengan modal yang tak begitu banyak. Dia memanfaatkan berbagai barang tak terpakai di tempat kerjanya sehari-hari serta di lingkungan sekitar untuk dibawa pulang dan dikumpulkannya untuk membuat rumah hantu ini. Satuin sendiri merupakan seorang tukang bangunan dan begitu pula saudara-saudaranya.
"Tahun ini untuk modal pembuatan rumah hantu ini saya cuma modal Rp. 1 juta, karena buatnya hanya memanfaatkan barang yang ada," ujarnya.
Namun dari modal yang ada itu, dia dapat memperoleh hingga beberapa kali lipat penghasilan melalui tiket masuk rumah hantu. Pada tahun lalu saja dia dapat membawa pulang Rp. 6 juta dengan modal yang hampir sama. Harga tiket rumah hantu ini untuk sekali masuk sendiri adalah Rp. 5 ribu dan didominasi oleh pengunjung anak-anak.
Bagi anak-anak, tempat ini biasa mereka lakukan untuk beradu nyali dengan teman-temannya. Mereka biasanya masuk bersamaan dengan menahan rasa takut dan kemudian keluar dengan perasaan bangga karena sudah menaklukkannya.