Para tokoh Agama di Malang Raya, diminta ikut terlibat dalam kampanye kerja layak bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT).
Merdeka.com, Malang - Para tokoh Agama di Malang Raya, diminta ikut terlibat dalam kampanye kerja layak bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Tokoh dari seluruh unsur agama diharapkan menjadi bagian transformasi nilai kepada jamaah, termasuk persoalan-persoalan PRT.
"Selama ini cukup sulit untuk masuk langsung pada para majikan, sehingga kami memakai pintu tokoh agama. Karena majikan tentunya memiliki komunitas dan kegiatan keagamaan," kata Direktur Eksekutif Jaringan Penanggulangan Pekerja Anak (Jarak), Achmad Marzuki di Malang, Minggu (1/5).
Marzuki hadir di Malang dalam rangkaian Lokakarya Peningkatan Peran Tokoh Agama dalam Promosi Kerja Layak Bagi PRT se-Malang Raya. Termasuk didalamnya upaya untuk tidak mempekerjakan PRT yang masih anak-anak (PRT Anak).
Masyarakat Indonesia, katanya memiliki keterikatan kuat dengan nilai-nilai keagamaan. Sehingga sosok panutan umat atau tokoh masyarakat, bisa berperan dalam menjadi solusi permasalahan sosial, salah satunya Perlindungan PRT.
Perlu dilakukan dialog sosial dengan tokoh agama tentang kerja layak bagi PRT agar ditularkan atau diteruskan kepada para majikan. Peran itu berupa pencerahan dan membangun solidaritas bagi pemeluk agama dalam bersosialisasi di lingkungan rumah tangga dan masyarakat.
Karena Karakteristik PRT/ PRT Anak diidentifikasi sebagai pekerjaan di sektor domestik yang terisolisasi dan rentan terjadi kekerasan. Sehingga membutuhkan kesadaran tinggi bagi pengguna yang notabene pemeluk agama untuk memperoleh perlakuan yang baik.
"Lewat ketokohan dan kewibawaan, tokoh agama dapat menyadarkan tentang pentingnya memberikan kerja layak bagi PRT dan Penanggulangan PRTA pada masyarakat, khususnya pada jamaah yang memiliki PRT atau PRTA di rumahnya," katanya.
Irfan Affandi, Koordinator International Labor Organization (ILO) Jawa Timur, menambahkan, pekerjaaan sektor domestik menyerap angkatan kerja cukup besar. Sayangnya pemerintah masih berlindung dari peraturan positif yang memang belum tersedikan.
"Bagi pemerintah PRT belum masuk kelompok pekerja formal, karena belum ada undang-undangnya yang melindungi. Sehingga pemerintah tidak mau mengeluarkan anggaran terkait perlindungan atau kampanye untuk perlindungan PRT," urainya.
Pemerintah juga tidak memiliki data pasti jumlah PRT di Indonesia, kendati secara kasat mata keberadaan sangat besar, seiring dengan pertumbuhan kaum menengah ke atas.
Alasan itu membuat PRT tidak bisa masuk dalam peraturan Ketenagakerjaan karena belum masuk kelompok pekerja formal. Padahal dari unsur ketenagakerjaan, hubungan antara PRT dan majikan telah memenuhi unsur.
"Ada tiga unsur yang terpenuhi ydi situ, akni adanya perintah kerja, adanya jenis pekerjaan dan adanya upah," tegasnya.
Jadi harapannya, muncul dan tumbuh sikap kritis bagi dirinya sendiri. PRT sadar dengan profesinya, dan mengetahui hak, termasuk juga bekerja secara kompeten.
Ida Bagus Suwardika, dari Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Kabupaten Malang mengungkapkan, perlakuan PRT merupakan bagian berperilaku pada sesama. Pihaknya menekankan pada umatnya untuk berlaku baik pada PRT yang bekerja di dalam rumahnya.
"Kami mengajarkan beberapa ketrampilan pada warga kami yang akan menjadi PRT. Tidak jarang yang masih di usia pendidikan, kami titipkan agar disekolahkan juga," katanya.
Umat Hindu di Malang, tidak sedikit yang menjadi PRT atau PRTA ke Bali dan daerah-daerah lain. Pihaknya, pernah memberikan keahlian merangkai janur untuk acara keagamaan kepada calon PRT.
Reporter: Darmadi Sasongko