Tentang Talaman, sebuah budaya dari pesantren yang mengajarkan tentang kebersamaan.
Merdeka.com, Malang - Memperingati Hari Santri, sekitar lima ratus santri menggelar acara apel di halaman Museum Brawijaya Malang, Sabtu (22/11). Sekitar pukul 08.30 WIB para santri menggelar apel dengan mengenakan sarung. Upacara juga diisi pengibaran bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Para santri juga membacakan shalawat dan doa untuk para leluhur.
Selain apel, para Santri juga menggelar acara talaman, sebuah budaya makan bersama yang biasanya dilakukan para santri saat di pesantren. Ratusan talam makanan pun dibagikan kepada para santri dan masyarakat yang berada di lokasi.
"Kebersamaan dan doanya yang membuat rasanya menjadi berbeda," kata Muhammad Nasrul, salah satu santri, seperti dilansir dari merdeka.com.
Tentang Talaman
Talaman, memang tak lagi asing terdengar di telinga para santri yang pernah tinggal di pesantren. Bahkan kebiasaan makan bareng dalam satu Talam bersama-sama menjadi kenangan yang tak terlupakan. Budaya Talaman inilah yang kemudian menjadi rangkaian kegiatan dalam peringatan Hari Santri di kota Malang. Ratusan santri dari sejumlah pondok pesantren di Kota Malang menggelar Talaman.
Menengok suasana talaman, para santri dengan alas seadanya duduk melingkar beberapa orang. Sementara sebuah talam, lengkap dengan nasi dan lauk pauk berada di tengah-tengah.
"Ini menu andalan di pesantren. Kalau pernah mondok biasanya makannya memang begini," kata salah seorang santri dari Pondok Pesantren Gasek, Kelurahan Karang Besuki, kota Malang.
Talam tersebut berisi nasi putih, krengsengan tempe dan kacang panjang, ayam goreng serta mie. Para santri dan masyarakat yang berada lokasi acara menikmatinya dengan lahap.
Pengalaman Talaman
Darmono (29), alumnus Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang mengaku memiliki pengalaman talaman saat hidup di pondok. Hampir setiap hari makan di pondok dengan cara talaman.
"Kalau di pondok, setiap hari makannya seperti itu. Biasanya nasinya masih panas, terus makannya agak cepat, tangannya kuat-kuatan," kata Darmono, yang mondok tiga tahun selama SMU.
Kata Darmono, biasanya makannya di atas talam yang terbuat dari bambu dan dilapisi daun pisang. Santri biasanya masaknya bareng-bareng dan belanjanya pun bersama-sama.
Pengalaman juga dirasakan oleh Umi Qoidah yang pernah mondok di YTP Kertosono, Jawa Timur. Para santriwati biasanya belanja, masak dan menikmati bersama dengan menu penuh kesederhanaan.
Saat itu, Umi yang mondok dan sekaligus sekolah secara bergantian memasak dengan sistem berkelompok 3-5 orang. Cara masaknya bersama sama, sementara pesantren menyediakan dapur besar dengan peralatan dibeli secara kelompok.
"Kenangan itu yang membuat tidak bisa terlupakan. Sampai sekarang masih ingat dengan teman-teman satu kamar. Kebersamaan menjalankan tugas dan tanggung jawab. Kebiasaan itu membentuk karakteristik santri bagus dalam teamwork," jelas Umi yang pernah menjadi Ketua Keamanan di pondok itu.
Kenangan yang juga masih dirasakan Umi sampai sekarang, harus bangun lebih awal untuk antre bergantian ke kamar mandi. Selain itu juga pernah dihukum karena melanggar aturan pesantren.