Mantan model yang juga anggota DPR RI, Arzeti Bilbina menitikkan air mata saat berbincang dengan para difabel di Perpustakaan Kota Malang. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu tidak kuasa menyembunyikan air matanya ketika mendengarkan permintaan salah seorang penyandang tuna netra.
Awalnya, Arzeti bersama rombongan Komisi X DPR RI mengunjungi ruang Perpustakaan Kota Malang. Salah satunya yang menjadi tujuan adalah Lapo Bra atau Layanan Pojok Braille, untuk para penyandang tuna netra.
Begitu tiba, Arzeti pun menggali informasi secara intensif berbincang dengan seorang tuna netra bernama Andi. Pria yang saat itu tengah asyik menggunakan sebuah PC khusus sempat minta berfoto ketika diterangkan kalau yang duduk di depannya seorang model.
"Ini yang di depan sampeyan itu Mbak Arzeti, yang dulu model, kamu pernah dengar namanya," kata Lathifah Shohib, salah satu anggota Komisi X memperkenalkan.
Andi pun meraih handphone androidnya yang tersambung di PC dan meminta untuk berfoto. Pria yang sejak anak-anak mengalami kebutaan itu menyampaikan keinginannya agar mendapatkan akses pendidikan untuk bisa kuliah. Permintaan serupa juga disampaikan oleh Frendi Mahardika, penyandang tuna netra yang lain.
"Ya negara menjamin orang-orang seperti Anda, ada undang-undangnya," kata Arzeti yang akan mencoba memfasilitasi dengan program bidik misi melalui DPR RI asal Malang, Lathifah Shohib.
Andi pun rupanya masih memiliki ganjalan untuk menyampaikan keinginannya. Ia mengungkapkan keinginannya agar perpustakaan diberi akses untuk penyandang difabel agar lebih mudah.
"Kalau bisa ada liftnya agar mudah," tegasnya.
Arzeti pun tidak bisa menyembunyikan perasaan saat mendengar permintaan tersebut. Begitupun usai sesi foto-foto bersama penyandang difabel perempuan, ia tampak beberapa berpeluang dengan menahan air mata.
"Prihatin ya, seharusnya yang kita pikirkan fasilitas untuk mereka. Buat kita saja yang normal kesulitan, bagaimana saudara kita yang disabilitas. Bagaimana mereka naik ke atas saja, susah banget," kata Arzeti.
Arzeti memberi saran seharusnya memang disediakan lift dengan posisi yang mudah ditangkap. Bahkan kalu bisa ditempatkan di bagian utama bangunan, dan tidak di pojok.
"Ditempatkan di bagian utama, mereka minta lift agar mereka bisa naik ke atas dengan gampang," katanya.
Pihak perpustakaan sendiri mengatakan, belum memiliki lift khusus untuk penyandang difabel. Fasilitas tersebut memang sangat dibutuhkan, khususnya untuk penyandang difabel.
"Tahun ini kita anggaran lift untuk orang. Sebenarnya tanpa permintaan pun akan disiapkan, karena memang sangat diperlukan," kata Kuntjoro Triadmadji, Sekretaris Perpustakaan Kota Malang. Selain itu, gedung perpustakaan tersebut juga memang belum dilengkapi tangga khusus.