Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf pertanyakan rincian konsep full day school yang disodorkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Merdeka.com, Malang - Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf, tidak serta merta menerima atau menolak wacana full day school. Pihaknya ingin mempelajari lebih mendalam tentang konsep yang disodorkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.
"Lihat konsepnya dulu seperti apa? Full day school itu kan harus sesuai dengan kultur masyarakat masing-masing. Rinciannya harus jelas," kata Syaifullah Yusuf di Malang, Jumat (12/8), seperti dilansir dari merdeka.com.
Gus Ipul-panggilan akrab Syaifullah Yusuf- mencontohkan konsep pendidikan yang banyak diterapkan di pesantren pun merupakan full day school. Anak-anak yang pagi hari belajar di Sekolah Dasar (SD), kemudian sore harinya memperdalam ilmu agama, dapat juga disebut full day school.
"Pagi sekolah, siang ikut pramuka, itu full day school juga. Makanya dulu ada pendidikan antara rumah dan sekolah. Memang yang dikhawatirkan antara rumah dan sekolah. Kalau di sekolah sampai pukul 12.00 WIB, setelah itu banyak waktu senggang. Waktu senggang ini mau diisi apa?" ungkapnya.
Gus Ipul menambahkan, zaman dulu banyak kegiatan bermain yang bisa menjadi pengisi kegiatan anak-anak. Bermain di sungai, bermain petak umpet dan lain sebagainya. Semua sangat menarik dimainkan oleh anak, karena tempatnya yang juga luas.
"Itu sekarang kan tidak ada atau berkurang. Sekarang gantinya mungkin Pramuka dan kegiatan lingkungan lainnya. Itu juga full day school," tegasnya.
Gus Ipul juga menegaskan, kalau full day school bersifat membebani para murid tentu akan ditolak. Karena itu, dirinya meminta Mendikbud memberikan rincian konsepnya.
"Full day school-nya seperti apa. Pak Menteri perlu menjelaskan lebih jauh. Kalau hanya menambah jam pelajaran saja, tanpa instrumen atau konten yang pas tentu kurang baik. Dulu full day school ya seperti tadi itu," katanya.
Soal kesiapan infrastruktur dan lainnya, Gus Ipul tidak mau berpikir terlalu jauh dulu. Pihaknya lebih tertarik melihat kebutuhan para murid, sebelum berbicara lebih jauh.
"Karena yang bisa diterapkan di Malang belum tentu bisa diterapkan di tempat lain. Kalau orang kota diajak ke sungai dan arum jeram memang cocok, tetapi orang desa justru sebaliknya," pungkasnya.