Singosari merupakan salah satu kecamatan di utara Malang yang pernah jadi pusat kerajaan hingga kini dikenal sebagai kota santri.
Merdeka.com, Malang - "Singosari itu disebut kota santri karena banyaknya pondok yang ada di sana," ujar Wilda Amalia yang pernah bersekolah di daerah Singosari.
Bagi banyak orang yang tinggal di luar Malang, barangkali jika menyebut Singosari maka yang terbayang adalah mengenai kerajaan jawa yang pernah besar dan menguasai banyak wilayah beberapa ratus tahun silam. Namun bagi warga Malang, Singosari juga identik dengan sisi religius yang dimilikinya sehingga memunculkan julukan kota santri bagi kecamatan yang terletak wilayah utara kabupaten Malang tersebut.
Salah satu titik tolak pesatnya perkembangan islam di Singosari adalah ketika mulai datangnya Mbah Chamimudin yang merupakan eks laskar Pangeran Diponegoro. Pada waktu itu, setelah Pangeran Diponegoro ditangkap, sebagian laskarnya memilih untuk melarikan diri dan tetap melakukan perlawanan di Jawa Timur.
Pada waktu itu, Mbah Chamimudin memilih untuk mengungsi ke wilayah Malang utara tepatnya di daerah Singosari. Dijelaskan oleh Dwi Cahyono, sejarawan dari Universitas Negeri Malang, kaburnya Mbah Chamimudin ke Singosari ini ditengarai karena citra kuatnya sebagai sebuah kerajaan besar dan tempat keturunan para raja-raja dan bangsawan Singosari.
Mbah Chamimudin disebut datang dari arah Malang selatan dan masuk ke wilayah Singosari sekitar tahun 1830-1835. Di wilayah sekitar Malang sendiri, memang banyak makam para laskar Pangeran Diponegoro. Sebut saja makam Mbah Honggo di wilayah Talun serta Makam Mbah Jugo dan Mbah Sujo di gunung Kawi.
Pada sekitar tahun 1850, Mbah Chamimudin mulai mendirikan pesantren dan dan mushola di Singosari. Lamanya jarak antara pertama masuknya Mbah Chamimudin dengan pendirian pesantren dan mushola ini disebut karena upaya halus dan tak langsung darinya untuk mengenalkan dan melakukan syiar agama Islam pada penduduk yang rata-rata masih beragama Hindu dan abangan.
Nama dari pesantren yang didirikan oleh Mbah
Berawal dari pesantren Bungkuk, ciri khas religius ini kemudian terus menjadi besar dan menjadi identitas dari Singosari hingga saat ini. Di kecamatan Singosari sendiri terdapat setidaknya 24 pesantren dengan tambahan banyak pesantren kecil serta berbagai sekolah bernapaskan islam.
Bahkan sebutan Singosari kota Santri ini kini juga digunakan sebagai sebuah slogan bagi kecamatan di utara Malang ini. SANTRI yang digunakan ini merupakan akronim dari (Sehat - Aman - Nyaman - Tertib - Rapi - Islami). Pemandangan tulisan Singosari kota Santri beserta beberapa plang sekolah agama islam atau pondok pesantren juga semakin menegaskan betapa religius dan tepatnya sebutan Singosari kota santri ini.