Melihat lebih dekat goresan sejarah yang tertera di dinding-dinding bangunan candi Badut.
Merdeka.com, Malang - Kenal dengan Candi Badut, bukan? Ya, candi yang diperkirakan sebagai Candi tertua di Jawa Timur ini selalu menyimpan kisah yang layak untuk disimak. Layaknya candi-candi di Jawa pada umumnya, penamaan candi Badut mengikuti nama lokasi di mana candi tersebut ditemukan. Meskipun begitu, penamaan candi Badut setidaknya menuai tiga versi cerita.
Tentang Bangunan Candi
Candi Badut pertama kali ditemukan pada tahun 1921 oleh orang Belanda bernama Mauren Braker. Setelah itu, penemuan candi ditindaklanjuti oleh ahli purbakala Belanda pada tahun 1923. Pada saat pertama kali ditemukan, candi badut hanya terdiri dari bagian kaki candi saja (pondasi candi). Sedangkan bagian lainnya hanya berupa reruntuhan.
Pada saat dibangun, para ahli sempat merasa putus asa untuk menyusun candi secara utuh. Mengatasi kondisi tersebut, mereka kemudian mengusulkan adanya bina partial. Bina partial merupakan tindakan di mana candi dibongkar lalu disusun kembali. Bina partial ini dilakukan pada tahun 1925-1926.
Jika diperhatikan dengan seksama, kamu akan menemukan beberapa dinding candi yang berwarna terbuat dari batu berwarna hitam. Batu hitam tersebut merupakan hasil pemugaran (bina partial) candi Badut yang digarap bersama oleh Dinas Purbakala dan Depdikbud Jawa Timur tahun 1990-1993. Bangunan candi Badut secara keseluruhan didirikan dari susunan batu andesit yang kokoh.
Hingga saat ini, diperkirakan bahwa disekitar candi badut masih terdapat sekitar tiga candi lain yang kini masih berupa pondasi. Menurut pengamatan Jayadi, candi yang hilang diperkirakan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan candi yang masih tertinggal.
Filosofi Bangunan Candi
Berdasarkan pada Prasasti Dinoyo, tepatnya pada bait ke empat tertera bahwa seorang raja beserta pembesar-pembesarnya membangun kuil untuk memberantas penyakit yang menghilangkan semangat. Jayadi, juru pelihara Candi Badut menjelaskan bahwa nama bangunan candi tersebut dinamakan sebagai bangunan suci yang dipersembahkan untuk Agastya (Siwa).
"Nama bangunannya adalah Maha Sipawana dan dipersembahkan sebagai tempat persembahan, bukan tempat keprabuan", ungkap Jayadi yang ditemui malang.merdeka.Com di lokasi Candi Badut. Jayadi juga menjelaskan bahwa bangunan candi Badut terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap.
Bangunan candi Badut terinspirasi dari postur sebuah gunung yang terdiri dari lereng, badan dan puncak gunung. Secara filosofis, bangunan candi yang terdiri dari tiga bangunan utama ini menggambarkan tentang tiga alam.
"Kaki candi digambarkan sebagai alam kehidupan manusia. Badan candi dianggap sebagai alam antara, yaitu langit. Sedangkan atap digambarkan sebagai alam kadewan atau alam para dewa atau surga", tutur Jayadi.