Polresta Malang telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus pengadaan modul di VEDC Malang.
Merdeka.com, Malang - Penyidik Polresta Malang akhirnya menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi pengadaan modul untuk pelaksanaan kurikulum 2013 di (PPPPTK-BOE) - VEDC Malang. Dilansir dari Merdeka.com, kasus tersebut merupakan kasus lama yang dilaporkan Malang Corruption Watch (MCW) pada 27 April 2015.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Kota Malang AKP Tatang Prajitno Panjaitan mengumumkan penetapan tersangka setelah gelar perkara pada Jumat (10/6) lalu. Kelima tersangka itu diketahui memiliki peran masing-masing dalam kasus tersebut.
"Kami tetapkan tersangka setelah melakukan gelar perkara minggu lalu. Ada lima orang tersangka. Mereka kami jerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Tatang, Senin (13/6).
Kelima orang tersebut adalah S selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), S selaku panitia pengadaan, IKB sebagai tim teknis, AA selaku penitia penerima atau pemeriksa hasil pekerjaan dan MK sebagai penyedia barang dan jasa.
Empat orang pertama merupakan instruktur yang juga menduduki jabatan struktural sebagai kepala bagian, kepala bidang dan kepala seksi. Sementara MK berasal dari CV yang menjadi rekanan pemenang tender proyek pengadaan modul tersebut.
Proyek tersebut diberikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kepada Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Otomotif dan Elektronika (PPPPTK - BOE) - VEDC (Vocabulary Education Development Center) Malang. Namun dalam perjalanannya terjadi penyelewengan berupa mark up dan indikasi korupsi.
Kelimanya diduga melanggar Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 dan Pasal 9 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penyidik melalui Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur dalam perhitungannya negara Rp 312 juta.
"Audit BPKP, negara dirugikan sekitar Rp 312 juta," tegas Tatang.
Indikasi tindak pidana korupsi yang muncul adalah PPK tidak mengendalikan kontrak, kontrak lumpsum tidak diperbolehkan ditambah atau dikurangi, pelaksanaan lelang tidak diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), pemilihan penyedia barang dan jasa secara resmi tidak diberitahukan melalui portal resmi LPSE, serta panitia tidak mengecek pekerjaan seperti dalam kontrak.
Indikasi pelanggaran ini seperti diatur dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Indikasi yang terlihat adalah jumlah barang yang disediakan tidak sesuai dengan dalam kontrak, padahal nilai kontraknya sama.
"Nilai kontrak pengadaan menggunakan dana APBN sebesar Rp 1,053 miliar untuk 21 ribu eksemplar modul. Tetapi faktanya modul yang ada hanya 16 ribu lebih eksemplar," katanya.
Ada kekurangan sekitar 4 ribu eksemplar yang kemudian dihitung sebagai kerugian negara sebesar Rp 312 juta.
Kasus ini muncul setelah diadukan Malang Corruption Watch (MCW) pada 19 September 2014. Kemudian naik menjadi laporan polisi pada 27 April 2015. Sebanyak 25 orang saksi diperiksa hingga ada penetapan tersangka.