Tak terhalang keterbatasan fisik, Yeti Ristiana (25) tekun menjalani tadarus dengan Alquran Braille selama Ramadan.
Merdeka.com, Malang - Yeti Ristiana (25) adalah salah satu dari 105 penyandang tuna netra di UPT Rehabilitasi Cacat Netra, Jalan Beringin Kota Malang. Selama Ramadan, gadis asal Ponorogo ini tekun menjalani tadarus dengan Alquran Braille.
Ia optimis akan khatam membaca 30 juz seperti Ramadan setahun lalu. Karena itu, saat waktu luang dimanfaatkan untuk membaca dan menyimak Alquran Braillenya.
"Insya Allah, kalau tahun lalu khatam. Ini belum, masih beberapa ayat saja," kata Yeti Ristiana di Mushala An-Nur Komplek UPT Rehabilitasi Cacat Netra, Jalan Beringin Kota Malang, Senin (29/5).
Yeti mengaku belajar selama sekitar enam bulan, dari mulai mengenal huruf hijaiyah hingga bisa membaca. Ia harus meraba dan merasakan titik-titik dalam kombinasi tertentu, begitupun untuk mengenal harakat serta panjang dan pendeknya bacaan.
"Sebelumnya sudah tahu sedikit-sedikit. Enam bulan di sini baru bisa. Insya Allah sekarang sudah mulai lancar," katanya.
Selama beberapa saat Yeti melantunkan surat Al-Baqaroh dari ayat 1 sampai 31. Terdengar, bacaan tartilnya yang fasih dan nyaring. Ia mengaku selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk tadarus bersama puluhan teman-temannya.
"Kalau pas Ramadan gini, pas lagi nyantai siang, diisi dengan ngaji. Nanti selesai tarawih lagi, yang pasti sehari dua kali. Di asrama juga bisa ngaji, ada Alqurannya juga," katanya.
Kata Yeti, kesulitan belajar Alquran Braille terletak saat awal mengenal huruf hijaiyah. Huruf yang dalam bentuk tonjolan kecil-kecil tersebut kemudian berusaha dihafalkan di luar kepala.
Tahapan selanjutnya, belajar membaca panjang dan pendeknya bacaan, yang menurut Yeti hingga saat ini dirasakan masih menemukan kesulitan. Tetapi diyakini sedikit-sedikit akan bisa lancar.
"Ayo tadarusan mumpung Ramadan, apa berbagi nanti ngaji saya sampeyan lanjutkan," kata Yeti kepada para pewarta yang mewawancarainya, sambil setengah bergurau.
Sementara Yani Soewantoro (51), instruktur dan guru Alquran Braille mengatakan, tidak pernah membebankan target pada dampingannya. Karena masing-masing anak memiliki kemampuan masing-masing.
"Tidak harus mengatamkan sampai berapa kali, semampu mungkin. Memang agak sulit ya bagi penyandang tuna netra," katanya.
Kata Yani, butuh ketelatenan dan ketekunan untuk belajar Alquran Braille. Namun demikian, hampir keseluruhan siswa yang didampinginya memiliki kemampuan membaca Alquran Braille.