Jelang Lebaran Ketupat, Virmansyah (45) mengaku meraup untung berlimpah dari petai-petai yang dijajakan di pinggir Pasar Blimbing, Kota Malang.
Merdeka.com, Malang - Petai menjadi salah satu sayuran yang banyak dicari selama Idul Fitri. Aromanya yang tajam nan khas, bagi sebagian orang sangat cocok ditambahkan dalam sayur lodeh untuk santap ketupat.
Virmansyah (45) mengaku meraup untung berlimpah dari petai-petai yang dijajakan di pinggir Pasar Blimbing, Kota Malang. Pria asal Sumber Manjing Wetan, Kabupaten Malang itu mengaku ramai pembeli sejak jelang Lebaran Ketupat.
"Hari ini terakhir perayaan kupatannya, ramai-ramainya kemarin. Satu ikat saya jualnya Rp 25.000," kata Virmansyah di Pasar Blimbing, Kota Malang, Minggu (2/7).
Kata Virmansyah, sebanyak 150 ikatan dengan masing-masing berisi 10 helai petai berhasil terjual selama dua hari terakhir. Angka tersebut dirasa paling tinggi sejak berjualan menjelang puasa lalu.
"Kemarin saya balik mengambil dagangan ke rumah. Karena memang hanya bisa membawa 125 ikatan saja," katanya.
Sisa dagangan Virmansyah yang tinggal sekitar 20 ikatan kembali dijajakan. Dia tetap menawarkan dengan harga Rp 25.000 per ikat. Tetapi kalau ditawar pembeli atau waktu sudah siang akan diberikan dengan Rp 20.000.
Virmansyah sendiri sebenarnya bekerja sebagai sales LKS (Lembar Kerja Siswa) yang ditawarkan ke sekolah-sekolah setiap ajaran baru. Berjualan petai dilakukannya setiap tahun, yakni saat musim panen petai.
"Saya hanya bisa berjualan petai, mungkin karena sudah biasa saja. Tidak biasa membawa dagangan lain," katanya.
Petai-petai itu diperoleh dari Lumajang dan Probolinggo yang dikirimkan oleh tengkulak ke rumahnya. Lewat modal seadanya yang dimiliki, menjajakan ke pasar dan perkampungan.
"Saya untungnya tidak banyak. Satu ikat saat sedang murah hanya Rp 5.000 dari petani. Tetapi ketika Lebaran begini tengkulaknya sudah tahu, jualnya Rp 15.000, bahkan hampir Rp 20.000," katanya.
Virmansyah juga menjual petai yang sudah dikupas, dijual dengan harga Rp 95.000 sampai Rp 110.000 per kilogram. Tetapi pembeli biasanya memilih yang belum dikupas, kecuali untuk pelanggan warung.
Selain untuk sayur lodeh, petai biasanya untuk campuran sambal goreng dicampur kentang dan lain-lain. Tetapi sebagian juga untuk lalapan atau dibakar. "Baunya memang luar biasa, tetapi tetap saja banyak yang suka, apalagi saat buang air," katanya tersenyum.
Usai musim petai habis, Virmansyah mengaku akan kembali berjualan LKS untuk tahun ajaran baru.