Misteri masih menyelimuti Rumah Hantu Rinjani, meski begitu kekayaan arsitektur yang terpahat dalam bangunan tersebut layak untuk diperhatikan.
Merdeka.com, Malang - Rumah Hantu Rinjani, kisah mistis yang menyelimuti rumah megah nan tua di bilangan jalan Rinjani no. 14 Malang. Tak dipungkiri, kisah keangkeran bangunan ini telah membahana seantero Malang, bahkan ke kota-kota lain di luar Malang.
Beberapa kisah terkait penampakan pun makhluk astral di sekitaran rumah ini pun sering terdengar. Saking tersohornya, tak sedikit orang yang ingin membuktikan kebenaran tentang keberadaan mahkluk astral yang tinggal di bangunan tua tersebut.
Dari sekian kisah yang berkeliaran, cerita tentang penampakan sesosok hantu noni Belanda di atas atap rumah adalah yang paling santer terdengar. Sesuai dengan bentuk bangunannya yang memang kental sekali dengan nuansa Eropa, kisah angker yang mengitarinya pun berkutat pada sosok hantu Noni dan Menir Belanda beserta keluarganya. Tak sedikit orang yang bercerita tentang penampakan anak-anak kecil Belanda yang terdengar riuh layaknya anak kecil yangs edang bermain.
Sempat menjadi misteri, tahun 2014 silam sebuah kasuskonflik kepemilikan bangunan tua tersebu mencuat. Berdasarkan kasus tersebut terkuak bahwa bangunan kuno Belanda tersebut sempat dimiliki oleh Han Kian Gwan alias Ivan Nurhansyah. Ivan menikahi Sudarmi, seorang wanita yang bekerja di rumahnya . Dari pernikahannya tersebut, lahir seorang anak perempuan dan anak satu-satunya dari Ivan bernama Erni Susilawati Nurhansyah.
Ivan sendiri meninggal pada tahun 1986. Kasus kepemilikan rumah yang berdiri di atas lahan seluas 1264 meter persegi itu diklaim sebagai bangunan hibah oleh Tjang Siang Bing alias Guntur Prayitno. Guntur sendiri merupakan kawan akrab Ivan yang pun tinggal di lingkungan jalan Rinjani.
Terlepas dari kisah angker dan konflik kepemilikan tersebut, Rumah Hantu Rinjani merupakan salah satu kekayaan arsitektur kuno peninggalan Belanda. Dengan demikian, rumah tersebut merupakan bagian dari saksi sejarah sekaligus jejak yang menunjukkan keberadaan Belanda di kota Malang.
Menengok ke belakang, perencanaan tata kota Belanda untuk kota Malang terbilang sangat rapi dan apik. Pada masa pemerintahan walikota Ir. EA Voonerman (1923-1933), pembangunan kota Malang terbilang cepat. Gemeenstrad (dewan kota) Malang tidak menginginkan bentuk kota memanjang menjauhi pusat kota.
Sayangnya, pembangunan justru membentuk sumbu utara-selatan (seperti kawasan kayu tangan-celaket). Akhirnya pembangunan perumahan tersebut berdasarkan tipe vila, rumah kecil dan kampung. Salah satu kawasan yang dibangun adalah Ijen Boulevard.
Vooverman dibantu oleh Ir Herman Thomas Karsten menata jalan yang menghubungkan perumahan sederhana dengan perumahan mewah. Karsten membagi daerah perumahan menjadi beberapa bagian, antara lain daerah kampung tertutup, daerah kampung terbuka, daerah perumahan kecil dan daerah perumahan besar.
Kawasan elit (perumahan besar) saat itu disebut Bergenbuurt yang artinya daerah gunung-gunung. Karena itum nama jalan-jalannya pun menggunakan nama-nama gunung seperti Smeroestraat (jalan Semeru), Bromostraat (jalan Bromo) dan lainnya.