1. MALANG
  2. KABAR MALANG

AJI Malang dorong perjuangan hak buruh media dengan berserikat

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang bergabung bersama organisasi buruh dan mahasiswa memeringati hari buruh internasional, 1 Mei 2016.

©2016 Merdeka.com Reporter : Rizky Wahyu Permana | Minggu, 01 Mei 2016 20:55

Merdeka.com, Malang - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang bergabung bersama organisasi buruh dan mahasiswa memeringati hari buruh internasional, 1 Mei 2016. Aksi yang menamakan diri, Aliansi Rakyat Malang Bersatu itu merupakan bentuk sikap bahwa, buruh media senasib dengan buruh di sektor lain.

Masih ada jurnalis yang tidak dibayar sesuai UMK, tidak diberi jaminan sosial, tunjangan minim dan persoalan status ketenagakerjaan yang masih bermasalah. Kondisi tersebut banyak dialami, terutama jurnalis yang berstatus kontributor.

"AJI Malang menyerukan agar pekerja media mengorganisir diri dalam bentuk serikat. Selain memperjuangkan haknya, serikat buruh akan menjadi wadah untuk menyerukan aspirasi sebagai bagian dari kelas pekerja," kata Ketua AJI Malang, Hari Istiawan di Malang, Minggu (1/5).

Survei yang dilakukan AJI tahun 2015 menunjukan dari 2.300 perusahaan media, hanya ada 24 serikat pekerja yang aktif. Perbandingan tersebut menunjukan minimnya serikat pekerja di sektor industri media.

Akibatnya, para jurnalis tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya menerima kondisi. Sementara di satu sisi, pemilik media sering menggunakan dalih pekerja media melayani masyarakat, sembari memerah keringat karyawan demi laba.

"Pekerja media kerap bekerja lebih dari 8 jam tanpa mendapat uang lembur. Padahal pasal 78 ayat 2 Undang-undang Tenaga Kerja mewajibkan pengusaha wajib membayar upah lembur," katanya.

Selain dalih profesionalisme, pekerja media juga tidak mendapatkan hak karena munculnya hubungan kerja kemitraan. Hari menyoroti hak-hak pekerja media yang berstatus kontributor yang dianggap bukan sebagai pekerja. Mereka dianggap tidak punya hubungan kerja dengan perusahaan.

"Seringkali hubungan kerja antara kontributor dengan perusahaan media dibuat samar dengan dalih 'kemitraan'. Kondisi itu membuat posisi kontributor rentan dilanggar hak-haknya sebagai pekerja," katanya.

Pantauan AJI, 39 persen kontributor tidak mendapat program jaminan sosial, BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Sebanyak 44 persen kontributor mengaku tidak punya asuransi kesehatan swasta. Parahnya lagi, 22 persen kontributor yang disurvei menerima upah di bawah upah minimum.

"Akibatnya, kontributor mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup," tegasnya.

Lewat berserikat, pekerja media dapat meningkatkan perbaikan kesejahteraan dengan tuntutan upah sektoral serta pembentukan struktur dan skala upah. Upah sektoral mensyaratkan adanya perundingan antara federasi pekerja media dengan asosiasi pengusaha media. Selain itu, pekerja media dapat mendesakkan struktur dan skala upah pada media. Ketentuan tersebut diatur dalam Permenakertrans Pasal 11 nomor 7 tahun 2013.

Rendahnya pemenuhan hak-hak pekerja media akan berdampak pada profesionalisme. Upah yang tidak layak, membuat seorang jurnalis tidak bisa menghasilkan produk yang berkualitas, selain rentan menjadi 'wartawan amplop'.

Saatnya memperbaiki kesejahteraan jurnalis dengan melalui serikat pekerja sebagai alat perjuangan menuntut hak-hak jurnalis yang belum diberikan oleh pemilik media. Jangan tunggu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Berserikatlah Sekarang.

Reporter: Darmadi Sasongko

PILIHAN EDITOR

(RWP)
  1. Event
  2. Peristiwa
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA