Sajikan hidangan parade Hayam Wuruk, The Sahara-Hotel Tugu persembahkan Indonesia Cultural Dining with Reog Ponorogo.
Merdeka.com, Malang - Dalam rangka memanjakan dan menyamankan para tamu, The Sahara-Hotel Tugu Malang mempersembahkan kehadiran Indonesia Cultural Dining. Semarak dengan sendra tari Reog Ponorogo yang dimainkan oleh 41 penari, Indonesia Cultural Dining hadir dengan sajian santap malam Royal Tugu Dom.
Memperkenalkan Royal Tugu Dom
Lima abad pasca masa jaya candi Lara Djonggrang, kebesaran dan romantismenya seolah tak lekang oleh zaman. Pada masa jaya Majapahit, Hayam Wuruk kerapkali melakukan perjalanan menuju daerah-daerah kekuasaannya di Nusantara.
Perjalanan tersebut melibatkan ratusan orang, hewan dan kereta-kereta cikar yang berjalan beriringan. Tak jarang, rombongan Raja tersebut pun berhenti di sekitar candi-candi, pasar-pasar, dan bahkan keraton-keraton, yang melahirkan perjamuan kebesaran yang elok.
Terinspirasi dari hal tersebut, Hotel Tugu menghadirkan kembali Tugu Dom, ritual santap agung parade Raja Hayam Wuruk dan pasukannya. Uniknya, aneka hidangan kerajaan yang disajikan tak melulu mewah, namun menyajikan pula hidangan penduduk desa di sepanjang pesisir maupun daerah pedalaman yang dilewati oleh rombongan selama perjalanan berlangsung. Tak hanya itu, keelokan Tugu Dom semakin kental dengan sederetan hiasan bunga-bunga dan dedaunan eksotis.
Kebesaran dan romantisme gaya bersantap dramatis, imperial dan kaya akan nilai eksotisme Timur tersebut, baru–baru ini di gelar di Hotel Tugu Malang Event Welcome Dinner. Acara tersebut dihadiri oleh sederetan profesor America, Australia, dan beberapa negara lain yang tengah berkunjung ke Kota Malang.
Kisah Reog Ponorogo “Batarangin”
Menengok pada persembahan sendra tari, Reog Ponorogo “Batarangin” mengisahkan Raja bernama Prabu Klana Sewandana, penguasa kerajaan Bantarangin, dan Pujangga Anom. Keduanya berguru pada Ki Ajar Lawu di Petapaan Gunung Lawu untuk mempelajari ajian welut putih dan topeng sakt.
Dalam rangka penyempurnaan Ilmu Pecut Samandiman, Prabu Klana bersumpah untuk tidak bersetubuh dengan wanita, apalagi menjadikan istrinya. Namun disisi yang berlawanan, Maha Guru lainnya menghendaki Prabu Klana untuk memiliki penerus sebagai pewaris tahta kerajaan.
Pada saat yang bersamaan, Sang Prabu jatuh cinta pada seorang putri kerajaan Kediri bernama Dewi Sanggalangit. Untuk dapat mempersunting pujaan hatinya, Sang Prabu mendapat permintaan syarat yang cukup berat lantaran Dewi Sanggalangit tidak menaruh rasa cinta kepada Sang Prabu.
Dewi Sanggalangit meminta agar Sang Prabu membuat terowongan bawah tanah dalam waktu satu malam. Tak hanya itu, Dewi Sanggalangit juga meminta Sang Prabu untuk memiliki binatang berwujud satu dengan kepala dua.
Akhirnya, persyaratan tersebut dapat terlampaui berkat bantuan Pujangga Anom melalui peperangan antara Pasukan Bantarangin dengan Singobarong. Singobarong sendiri merupakan perwujudan makhluk berkepala harimau namun berbadan manusia.Prabu Klana menciptakan kesenian yang belum pernah ada di tanah Jawa sebagai iringan pernikahan, dengan menggabungkan berbagai alat musik gamelan tanah Batarangin, yang sebelumnya hanya dijadikan sebagai alat komunikasi.